KAIRO (BeritaHUKUM.com) – Sedikitnya 24 orang tewas dan lebih dari 200 orang terluka dalam bentrokan terburuk di Kairo, Mesir sejak penggulingan Presiden Hosni Mubarak pada Februari lalu. Bentrokan pecah menyusul protes atas pembakaran sebuah gereja di Provinsi Aswan, pekan lalu dan umat Kristen Koptik menuding kelompok radikal Islam berada di balik peristiwa itu.
Seperti dilansir situs BBC, Senin (10/10), ribuan orang yang sebagian besar adalah warga Kristen, bergabung dalam aksi unjuk rasa dan long march dari distrik Shubra di sebelah utara Kairo menuju kompleks stasiun televisi nasional di Lapangan Maspero dan berencana menduduki lapangan itu.
Para pengunjuk rasa menyerukan, agar Dewan Militer Mesir memecat Gubernur Aswan atas peristiwa itu. Mereka juga menuding stasiun televisi pemerintah ikut mengobarkan agitasi anti Kristen. Selain meminta pemecatan Gubernur Aswan, pengunjuk rasa mendesak pimpinan Dewan Militer Mesir, Jenderal Mohammad Tantawi mengundurkan diri. Namun, unjuk rasa yang awalnya berjalan damai itu kemudian berubah menjadi kerusuhan. Sejumlah saksi mata mengatakan para pengunjuk rasa diserang sekelompok orang berpakaian preman.
Bentrokan berawal di luar gedung televisi nasional, namun dengan cepat menyebar hingga ke Lapangan Tahrir, pusat unjuk rasa anti Mubarak beberapa bulan lalu. Televisi Mesir memperlihatkan pengunjuk rasa bentrok dengan pasukan keamanan dan sejumlah kendaraan bermotor terbakar tepat di luar gedung stasiun televisi.
Ribuan pengunjuk rasa itu kemudian mencongkel trotoar dan menggunakan batu-batuannya sebagai senjata. Asap hasil tembakan gas air mata dan terbakarnya sejumlah kendaraan aparat keamanan memenuhi Lapangan Maspero. Sejumlah pengunjuk rasa bahkan mengaku mendengar suara letusan senjata api.
Seorang saksi mata, Nigel Hetherington mengatakan pasukan keamanan menembakkan peluru karet dan gas air mata ke arah massa. "Saya melihat warga sipil melintasi saya dan tentara menembak dengan membabi buta," katanya.
Kementerian Kesehatan Mesir mengatakan akibat bentrokan itu selain 24 orang dinyatakan tewas, sebanyak 212 orang lainnya mengalami luka. "Dari jumlah korban itu, 107 orang adalah warga sipil dan 86 orang anggota aparat keamanan," kata juru bicara Kementerian Kesehatan, Hisham Shiha. Untuk mengendalikan situasi, pemerintah memberlakukan jam malam dan kabinet melakukan pertemuan darurat.
Situasi memanas
Berdasarkan laporan wartawan BBC di Kairo, Yolande Knell, konflik sektarian di Mesir memanas dalam situasi kekosongan politik dan keamanan beberapa bulan belakangan ini. Selain melibatkan aparat keamanan dan pengunjuk rasa, kerusuhan itu juga melibatkan kelompok-kelompok penjahat. Situasi ini merupakan pola yang sering terjadi dalam aksi kekerasan sektarian di Mesir.
Pemeluk Kristen Koptik, yang mencakup 10% penduduk Mesir, menuding Dewan Militer Mesir terlalu lembek menghadapi serangkaian aksi serangan anti Kristen. Kondisi ini tentu saja sangat mengkhawatirkan para pemeluk Kristen di negeri Afrika Utara itu.
Perdana Menteri Essam Sharaf meminta warga Mesir untuk tidak terpengaruh dan hanyut dalam kekerasan sektarian ini. "Apa yang terjadi saat ini bukan bentrokan antara warga Muslim dan Kristen. Ini adalah upaya untuk memprovokasi dan memecah belah. tidak rukunnya umat Muslim dan Kristen di Mesir merupakan "ancaman terhadap keamanan negara".
Komentar ini muncul usai sidang kabinet darurat. Sementara setelah diberlakukan semalam, akhirnya jam malam dicabut pada Senin (10/10), pukul 07.00 pagi waktu setempat. "Ancaman paling serius terhadap keamanan negara adalah upaya mengoyak kesatuan, serta upaya memantik pertikaian antara putra bangsa Mesir baik Muslim maupun Kristen," ujar PM Sharaf dalam pidatonya.
Kerusuhan seperti terjadi Minggu (9/10) malam, menurut PM Sharaf juga merusak hubungan antara rakyat dan tentara. Bentrok terjadi, setelah aksi protes di Kairo mengkritik serangan terhadap sebuah gereja di provinsi Aswan pekan lalu, dimana warga Muslim ikut terlibat dalam aksi ini.
Bulan Mei lalu, 12 orang tewas dalam sebuah serangan ke sebuah gereja Koptik. Beberapa bulan sebelumnya, tepatnya pada Maret, 13 orang tewas dalam bentrokan antara Muslim dan Koptik di Lapangan Tahrir. Aksi kekerasan terbaru ini terjadi menjelang pemilu parlemen yang dijadwalkan pada 28 November, yang merupakan pemilul pertama sejak tergulingnya Hosni Mubarak.
Para Kristen Koptik kerap melontarkan protes atas perlakuan diskriminasi yang mereka terima, misalnya untuk mendirikan gereja mereka memerlukan izin presiden. Selain itu, pemerintah Mesir hanya mengakui perpindahan agama Kristen menjadi Islam dan tidak sebaliknya.(bbc/sya)
|