JAKARTA, Berita HUKUM - Terkait putusan Mahkamah Konstitusi dalam sidang gugatan oleh 30 tokoh dan 12 organisasi kemasyarakatan termasuk Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, terhadap keberadaan BP Migas yang dinilai tidak sesuai dengan UUD 1945, Kepala BP Migas R Priyono langsung menanggapi hal tersebut di Wisma Mulia, jalan Gatot Subroto Jakarta, Selasa (13/11).
Priyono mengatakan, putusan MK sangat mengagetkan kami saat mendengarnya sewaktu rapat dengar pendapat di DPR RI Senayan tadi. Besok kami sudah menghentikan kegiatan surat menyurat, sedangkan malam ini Menteri ESDM mengundang kami untuk rapat terkait putusan MK tersebut.
Dijelaskan kepada wartawan bahwa, "BP Migas dianggap tidak efisien dan telah dikuasai pihak asing. BP Migas terbentuk karena adanya UU migas, dan UU Migas ini muncul karena adanya reformasi. Jadi, BP migas itu merupakan produk reformasi. Jadi bila dianggap liberal, maka kami bingung. Kalau liberal, dalam hal apa?,” ujar kepala BP Migas.
Ditambahkannya, jadi kita berjalan sesuai dengan koridor pemerintah, harga gas yang menentukan pemerintah, dan kami jangan dianggap liberal. Kami setiap tahun dipanggil oleh DPR, Cost Recovery, BPK, BPKP, dan Depertemen Keuangan. Dalam pengendalian Usaha hulu minyak dan gas bumi, BP Migas bukan lembaga independen yang tidak bisa disentuh oleh DPR, pemerintah dan lembaga lain. Jadi, bila dibilang liberal, saya heran, oleh sebab itu biarlah masyarakat yang menilainya.
Ditanyai mengenai bagaimana nasib karyawan yang bekerja di BP Migas ke depan, Priyono mengatakan, ”belum tahu nasib mereka, karena masih menunggu keputusan dari pemerintah. Menurut saya, mangajukan gugatan itu harus orang-orang pintar, bukan petani dan orang gunung gumanya.
Kepala BP Migas ketika ditanyai pewarta BeritaHUKUM.com tentang yang dimaksud dengan adanya agenda di 2014 mendatang untuk lebih spesifik lagi, "apakah manuver dari salah satu Capres yang di MK tersebut?”, Kemudian Priono menjawab, "dengan sangat diplomatis, itu biar masyarakat yang menilai, saya tidak bisa membukanya disini," ujarnya
Sedangkan Menteri ESDM, Jero Wacik ketika dimintai keterangannya seusai Rapat Dengar Pendapat dengan komisi VII DPR RI mengatakan, “kemungkinan BP Migas akan di lebur kedalam kementrian ESDM, dan kemungkinan apa saja bisa terjadi,” ujar Jero Wacik.
Sedangkan beberapa karyawan yang ditemui di kantor BP Migas mengatakan, "saya tahu dan mendengar kabar tentang putusan di MK siang tadi, namun posisinya sebagai karyawan masih kontrak, jadi saya ngak tahu gimana nasib kami, semuanya terserah dengan pimpinan saja,” ujarnya tanpa ingin disebutkan namanya.
Dalam amar putusan Mahkamah Kontitusi No 36/PUU-X/2012 yang dibacakan Ketua Majelis Hakim MK, Mahfud MD: "lembaga menyatakan pasal-pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang bertentangan dengan UUD, tidak memiliki hukum mengikat ". Dalam keputusanya, MK juga menyatakan bahwa Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Gugatan permohonan UU Migas ini diajukan 30 tokoh dan 12 ormas, diantaranya PP Muhammadiyah yang diwakili oleh Din Syamsuddin, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, PP Persatuan Umat Islam, PP Syarikat Islam Indonesia, PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, PP Persaudaraan Muslim Indonesia, Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha dan Karyawan (SOJUPEK), dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia. Selain itu juga Hasyim Muzadi, Komaruddin Hidayat, Marwan Batubara, Fahmi Idris, Sholahuddin Wahid, Laode Ida, Hendri Yosodiningrat, dan AM Fatwa.(bhc/put) |