JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menjelaskan kondisi kelangkaan dan kenaikan harga BBM non-subsidi. Sekaligus memberikan data produksi dan konsumsi yang akurat.
"Saya mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk menjelaskan kondisi kelangkaan dan kenaikan harga BBM non-subsidi," ujar Bamsoet dalam rilisnya kepada Parlementaria, Selasa, (27/2).
Tidak hanya itu, Bamsoet juga meminta Komisi VI DPR yang membidangi BUMN, serta Komisi VII DPR yang menangani energi perlu segera memanggil PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Guna menjelaskan kelangkaan bahan bakar dan gas tersebut. Sekaligus memberikan data produksi dan konsumsi yang akurat.
Kemudian, Politisi dari Fraksi Partai Golkar ini juga meminta Komisi VII DPR segera memanggil PLN guna menjelaskan kebijakan penghapusan daya listrik subsidi dari 450-900 volt ampere (VA) menjadi 1.300 VA. "Karena berdampak terhadap daya beli masyarakat," tandasnya.
Sementara, Anggota Komisi VI DPR RI Hamdhani meminta pemerintah dan jajarannya lebih menjamin kepastian pasokan bahan bakar minyak (BBM) subsidi, dalam hal ini premium dan solar yang banyak digunakan masyarakat, termasuk petani dan nelayan. Dengan memperhatikan kepastian pasokan, kenaikan harga BBM tidak terlalu menimbulkan kehebohan di tengah-tengah masyarakat.
"Pemerintah harus memastikan terjaminnya pasokan BBM subsidi, premium dan solar. Sekarang, banyak SPBU yang tidak lagi menyediakan premium dan solar subsidi, seperti di Kalimantan Tengah, sehingga itu berarti memaksa masyakarakat harus membeli BBM non subsidi yang lebih mahal," kata Hamdhani dalam rilisnya, Senin (26/2), menanggapi reaksi masyarakat atas kenaikan harga BBM non subsidi sejak pekan lalu.
Menurut Hamdhani, kurangnya ketersediaan BBM subsidi di daerah rentan menimbulkan gejolak di masyarakat, termasuk di beberapa wilayah terpencil di Kalimantan Tengah. Pasalnya, premium dan solar, merupakan BBM subsidi yang banyak digunakan oleh masyarakat, terutama petani atau nelayan. Jika BBM subsidi menjadi langka, masyarakat petani dan nelayan terpaksa menggunakan BBM non subsidi, yang lebih mahal.
"Itu artinya, ongkos produksi mereka menjadi lebih mahal. Ini penting diperhatikan, sebagai wujud perhatian pemerintah kepada kalangan petani dan nelayan," kata anggota Fraksi Partai NasDem DPR itu.
Seperti diketahui, mulai Sabtu (24/2/ 2018) lalu, PT Pertamina (Persero) menetapkan harga baru jenis bahan bakar minyak non subsidi. Jenis harga BBM yang naik itu, meliputi Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex. Penyesuaian harga BBM jenis nonsubsidi ini terjadi di semua wilayah, rata-rata antara Rp 100 hingga Rp 300 per liternya.(rnm/sf)(ayu/sc/DPR/bh/sya) |