JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Amerika Serikat (AS) pada Kamis (23/2) waktu setempat, memasukkan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) yang didirikan Abu Bakar Ba'asyir, dalam daftar organisasi teroris asing (FTO).
Selain itu, AS juga menetapkan tiga aktivis JAT, yakni ketua sementara JAT Mochammad Achwan, jubir JAT Son Hadi bin Muhadjir dan sesepuh JAT Abdul Rosyid Ridho Ba'asyir masuk dalam daftar teroris perorangan. Mereka dianggap terlibat dalam kegiatan perekrutan dan penggalangan dana.
Berdasarkan rilis yang dimuat dalam situs web resmi Kemenlu AS tersebut, disebutkan bahwa JAT bertanggung jawab atas serangkaian serangan terhadap warga sipil, polisi dan militer di Indonesia serta berusaha menjadikan Indonesia sebagai negara Islam.
JAT juga dicurigai terlibat dalam berbagai kejahatan, antara lain perampokan bank untuk mendanai kegiatan mereka. Organisasi ini juga dicurigai terlibat dalam serangan bom bunuh diri di gereja di Solo, Jawa Tengah dan masjid di Cirebon, Jawa Barat, pada 2011 lalu.
Menanggapi penetapan status JAT sebagai organisasi teroris oleh pemerintah AS itu, juru bicara Kemenlu RI Michael Tene menggatakan bahwa pihaknya tidak dapat mencampurinya. Pasalnya, hal itu merupakan kebijakan pemerintah Negara tersebut. "Itu kebijakan nasional pemerintah AS. Pemerintah RI tidak terkait dan tidak ikut mencampuri ebijakan tersebut," ujarnya, Jumat (24/2).
Menegaskan pernyataan Menlu RI Marty Natalegawa, Tene menerangkan bahwa kebijakan itu hanya bersifat kebijakan dalam negeri AS. Penetapan itu bukan kebijakan global, karena tidak melalui Dewan Keamanan PBB. “Indonesia punya sistem hukum sendiri untuk menentukan seseorang atau organisasi tertentu memiliki keterkaitan dengan tindakan terorisme atau tidak,” selorohnya.
Seperti diketahui, pendiri JAT, Abu Bakar Ba'asyir dinyatakan bersalah, karena dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana terorisme dan divonis 15 tahun penjara. Ba'asyir juga dinyatakan terbukti merencanakan dan menggalang dana untuk pembiayaan pelatihan militer untuk mengadakan latihan bersenjata di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD).
Data Lengkap
Kemkeu AS juga membeberkan data lengkap Mochammad Achwan, Son Hadi bin Muhadjir, dan Abdul Rosyid Ridho Ba'asyir. Untuk Mochammad Achwan dikatakan sebagai Emir atau pemimpin tinggi JAT sementara, menggantikan Abu Bakar Ba'asyir yang juga pemimpin Jamaah Islamiyah (JI) sejak 2008. Ia dituding pernah mengadakan pertemuan pada Mei 2011 di Jakarta untuk mendiskusikan status keuangan dan metode donasi atau mencari sumber dana baru.
Selain itu, pada 2010, Achwan juga disebut merekrut anggota JAT baru dan melatih mereka untuk persiapan perang. Di tahun itu juga, lelaki yang diduga berusia sekitar 65 tahun ini memerintahkan pelatihan paramiliter di Poso. Pada akhir 2010, Achwan menginstruksikan unit militer JAT atau dikenal Laskar 99 untuk mendukung aktivitas kekerasan di seluruh dunia. Laskar ini unit militer JAT yang mendapatkan latihan persenjataan.
Sementara Son Hadi bin Muhadjir sebagai penyedia keperluan untuk operasi. Dia menerima perintah langsung dari Achwan sebagai Emir. Son Hadi telah lama menjadi anggota JI. Pada 2004 lalu, dia menjadi pemimpin cabang JI di Jawa Timur. Antara 1997 dan 2004, Hadi bekerja di yayasan yang menjadi pusat aktivitas JI di Surabaya.
Pria kelahiran1971 ini, pernah dipenjara empat tahun pada 2005, karena pernah menampung Noordin M Top. Hadi juga memiliki bahan peledak yang digunakan dalam pengeboman Kedubes Australia di Jakarta pada 2004 lalu, yang menewaskan sembilan orang dan melukai 182 lainnya.
Sedangkan terakhir adalah Abdul Rosyid Ridho Ba’asyir. Pria kelahiran tahun 1974 ini disebut sebagai perekrut dan pengumpul dana bagi JAT. Dia bertugas di dewan eksekutif organisasi sejak 2010. Dia dituding telah merekrut penembak jitu dan ahli peledak yang akan dilatih menjadi martir. (dbs/wmr)
|