JAKARTA, Berita HUKUM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta segera merevisi atau membatalkan PP No.72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN. Bila tak direvisi atau dibatalkan, Presiden bisa diinterpelasi oleh DPR RI. PP ini menabrak sejumlah peraturan perundang-undangan.
Demikian disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekartono dalam rilisnya yang diterima Parlementaria, Kamis (26/1). Selain melanggar UU, PP tersebut juga membuka peluang korupsi. Ada banyak UU yang ditabrak oleh PP ini. Misalnya, Bambang menyebutkan, UU No.19/2003 tentang BUMN, UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara, dan UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.
"Kalau pemerintah ngotot menerapkan PP 72, berarti Presiden dan menterinya melanggar undang-undang. Anggota DPR bisa menggunakan hak interpelasi atau angket jika pemerintah bergeming," tegas Anggota F-Gerindra tersebut.
Salah satu isu krusial dalam PP 72 adalah Pasal 2A Ayat (1) yang menyebutkan Penyertaan Modal Negara (PMN) yang berasal dari kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas (PT) kepada BUMN atau PT lain, dilakukan oleh pemerintah pusat tanpa melalui mekanisme APBN. Ini telah melampau mandat yang diatur Pasal 4 Ayat (6) UU BUMN. Pemerintah sudah terlalu jauh mengatur jenis PMN dan mekanisme perubahan komposisi PMN pada BUMN.
Seharusnya, kata Bambang, ini diatur terlebih dahulu pada level UU. Padahal, UU Keuangan Negara Pasal 24 Ayat (2) juga telah menegaskan bahwa pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah harus ditetapkan terlebih dahulu dalam APBN. Namun, pemerintah memisahkannya dari mekanisme APBN.
"PP ini ingin menafikan peran DPR dalam legislasi, anggaran, dan pengawasan terhadap BUMN sebagai aset negara. Saya khawatir akan terjadi penyelewengan dan korupsi terhadap aset dan keuangan negara yang sangat besar," imbuhnya. KPK dan BPK pun diharapkan agar memantau dan menganalisa indikasi korupsi dan kerugian negara terkait PP 72 tersebut.(mh/DPR/bh/sya) |