SAMARINDA, Berita HUKUM - Kejaksaan Negeri Samarinda dan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kaltim) diminta turun tangan untuk melakukan penyelidikan tindakan korupsi yang diduga dilakukan oleh jajaran unit keuangan PT. Pelindo IV cabang Samarinda dalam melakukan tagihan Jasa Labu Tambat yang digunakan oleh pemakai jasa yang diduga fiktif, sehingga dapat membebankan pemakai jasa pelabuhan tersebut.
Ungkapan ini di sampaikan oleh Aidi Wahab (52) seorang pemakai jasa Pelabuhan kepada Pewarta di kantornya, Jumat (13/12). Menurut Dia, "tagihan fiktif yang dilakukan oleh Asisten Manajer Keuangan PT. Pelindo IV Cabang Samarinda, Rustini (40) sebagaimana pemberitaan sebelumnya yang berjudul 'PT Pelindo Diduga Lakukan Tagihan Fiktif Jasa Assist Tug' namun yang sebenarnya adalah jasa labu tambat," ujar Sumber.
Aidi Wahab mengatakan bahwa, tagihan yang diduga fiktif yang dilakukan oleh bagian Pelindo Samarinda sebagaimana nota tagihan atau Aging Piutang Usaha per 30 Nopember 2013 yang di terima baru baru ini membengkak hingga 300 juta rupiah lebih, namun keajaiban pekerjaan yang dilakukan tidak sebanyak seperti itu, jelas Aidi Wahab, panggilan akrab Edy.
Edy juga mengatakan, seperti tagihan yang sebelumnya dilakukan pemakai jasa Juli - Agustus 2013 melalui daftar piutang per 31 Oktober 2013 dari 245 item tagihan senilai Rp 230 juta lebih, padahal kewajiban yang harus dibayar hanya Rp 125 juta, yaitu bulan Juli senilai Rp 56.000.000,- dan Agustus senilai Rp 69.000.000,- , jadi sekitar Rp 125.0000.000,- yang diduga tagihan fiktif dan membebankan kami sebagai pemakai jasa, terang Edy.
Sumber juga mengatakan bahwa, permasalahan tersebut sudah melakukan komplain dan klarifikasi dengan pihak Pelindo melalui Ass Manajer Keuangan dan Manajer Keuangan, namun tidak ada titik temu dan tetap berkeras diwajibkan untuk membayar, karena kami merasa tidak menggunakan Jasa Labu Tambat seperti yang ditagihkan alias fiktif, sehingga kami tidak mau bayar.
Edi Wahab menambahkan bahwa, "polemik ini sudah berjalan sebulan lebih, dimana pada, Senin (8/12) menyampaikan rincian pekerjaan serta lampiran nota pembayaran untuk melakukan klarifikasi, namun pihak Ass manajer Keuangan Ibu Rustini dan Manajer Keuangan Farid, tetap tidak bisa menerima. Namun anehnya ujar Edi, ketika saya minta daftar rincian piutang yang belum dibayar berdasarkan bulan berjalan, pihaknya tidak dapat memberikan, karena sistim mereka tidak jalan," tegas Edy.
"Aneh saya melalui PT. Ersihan Satya Pratama (ESP) yang menurut saya tidak ada utang ratusan juta seperti yang dituduhkannya, tapi ketika saya minta rincian utang bulan berjalan keuangan tidak bisa kasih, apakah ini bukan tagihan fiktif," ujar Edy.
Aidi Wahab mengakui dan merinci bahwa, pekerjaan jasa Labu Tambat bulan Juli sebanyak 33 kali pengapalan dengan jumlah Rp 48.352.000,- telah dibayar berdasarkan nota dan masih ada sisa Rp 7.761.000,- bulan Agustus 25 pengapalan Rp 43.311.000,- bulan September 38 pengapalan dengan jumlah Rp 69.201.000,- terbayar melalui transfer Rp 25.000.000,- sisa belum terbayar Rp 44.201.000,- sedangkan bulan Oktober ada 39 pengapalan senilai Rp 59.302.000,- terbayar melalui rekening tgl 1 Nopember Rp 40.000.000,- sehingga masih ada sisa hutang yang belum dibayar sekitar Rp 114.575.000, aku Aidi Wahab.
Dari kekurangan pembayaran tersebut membuat Pelindo mengancam dan menahan Kapal tidak bisa bergerak atau bertingkat, sehingga pada 13 Nopember 2013 membayar langsung ke kas Pelindo sebesar Rp 40.000.000,- tanggal 22 Nopember 2013 Rp 20.000.000,- dan tanggal 29 Nopember 2013 Rp 10.000.000,- di tambah dengan kelebihan uper 2012 senilai Rp 16.000.000,- dan kelebihan pembayaran nota bulan Juni 2012 senilai Rp 16.091.000,-
"jadi kewajiban yang harus saya bayar sisa utang adalah senilai Rp 12.484.000," tegas Edy.
Aidi Wahab juga mengharapkan agar Kejaksaan selain melakukan penyelidikan kasus Assis Tug yang telah menjerat 5 tersangka, agar dapat menyikapi dan melakukan penyelidikan adanya dugaan tagihan fiktif oleh perusahan BUMN milik negara tersebut, karena nota tagihan piutang hingga bulan Nopember 2013 senilai Rp 300 juta lebih, padahal sisa kewajiban utang yang harus dibayar Rp 12 juta lebih, tidak termasuk pembayaran bulan Nopember 2013 yang langsung dibayarkan oleh pimpinan sendiri. Edy juga memberi contoh, "tagihan fiktif pada Agustus 2013 sebanyak 33 item senilai Rp 57.939.336,- sehingga sangat membebankan, karena diharuskan untuk membayar," pungkas Edy.(bhc/gaj) |