JAKARTA, Berita HUKUM – Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) mempercepat langkah penyidikan kasus korupsi di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) atau kasus korupsi pengadaan Flame Turbine pada Tender Pekerjaan Life Time Extention (LTE) Major Overhouls Gas Turbine (GT) 2.1 dan 2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Blok 2 Belawan tahun 2012. Dalam tiga hari terakhir, Senin, Selasa dan Rabu (9,10,11/12) secara berturut-turut, jaksa penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus telah memeriksa enam petinggi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut sebagai saksi.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Setia Untung Arimuladi mengungkapkan, bahwa para saksi diperiksa terkait dengan kedudukan saksi-saksi dalam jabatan direktur yang ikut dan mengetahui terjadinya perubahan pengadaan flame turbine dari penunjukan langsung ke pemilihan langsung, persetujuan penetapan pemenang lelang dan perubahan kebijakan penggunaan spare part dari Original Equipment Manufacture (OEM) menjadi non OEM.
6 orang petinggi PT PLN yang dipanggil tersebut yaitu, Direktur Operasi Indonesia Barat PT PLN, Muhammad Harry Jaya Pahlawan, Direktur Operasi Jawa Bali PT PLN, Ngurah Adnyana, Direktur Pengadaan Strategis PT PLN, Bagiyo Riawan, Direktur Perencanaan dan Manajemen Resiko PT PLN, Murtaqi Syamsudin, Direktur Konstruksi PT PLN, Nasri Sebayang dan Direktur Operasi Indonesia Timur PT PLN, Vickner Sinaga.
Menurut Untung, 6 saksi tersebut sebagian tidak memenuhi panggilan jaksa penyidik di antaranya, Nasri Sebayang. Walau demikian, Untung tidak menyebutkan alasan jaksa penyidik memanggil 6 Direktur tersebut dalam tiga hari terakhir secara berturut-turut.
Untung menjelaskan, jaksa penyidik sejak September 2013 telah menetapkan 5 orang sebagai tersangka yakni, mantan General Manager KITSBU, Chris Leo Manggala, Manager Sektor Labuan Angin, Surya Dharma Sinaga, Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia (Mantan Direktur Utama PT Nusantara Turbin dan Propolasi, Supra Dekanto, karyawan PT PLN, Rodi Cahyawan dan karyawan PT PLN, Muhammad Ali.
Masih menurut Untung, bahwa secara bervariable dan sedang dalam pengumpulan bukti-bukti yang akan menjadi alat bukti dipersidangan guna membuktikan kesalahan para tersangka yang akan berubah statusnya sebagai terdakwa di dalam persidangan. Kesalahan-kesalahan dalam proyek tersebut di antaranya, adanya dugaan pekerjaan tidak sesuai dengan kontrak, dimana output mesin yang seharusnya 132 Mega Watt (MW) ternyata hanya 123 MW.
“Ada dugaan kuat adanya pekerjaan proyek itu tidak dikerjakan, adanya dugaan terjadinya kemahalan harga, adanya dugaan persekongkolan antara pengguna dan pelaksana untuk mencari keuntungan seperti pada kontrak yang diaddendum menjadi melampaui Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Kerugian negara untuk sementara diduga sebesar 2.095.395,08 Euro atau sekitar kurang lebih Rp25.019.331.564, atau dua puluh lima miliar rupiah lebih," papar Untung.
Kejagung juga telah memeriksa sejumlah saksi dan ahli di antaranya pihak Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), lembaga pemerintah non-departemen yang berada dibawah koordinasi Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Himpunan Ahli Pembangkit Tenaga LIstrik Indonesia (HAKIT), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Sementara itu, untuk kasus korupsi LTE Major Overhouls GT 12 PLTGU di Sektor Pembangkit Belawan tahun anggaran 2007- 2009 sudah dalam pembuktian di Pengadilan Negeri Medan dengan lima terdakwa. Adapun satu tersangka lainnya, Direktur CV Sri Makmur, Yuni telah ditetapkan sebagai buronan.
Adapun kerugian negara berdasarkan hasil Laporan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diungkapkan Untung yakni sebesar Rp 23.616.001.500.
“Lima terdakwa dalam kasus ini adalah mantan GM KITSBU, Albert Pangaribuan, mantan Manager Perencana KITSBU, Edward Silitonga, mantan Ketua Tim Pengadaan Barang/Jasa KITSBU, Robert Manyuzar, mantan Manager Produksi KITSBU, Fahmi Rizal Lubis, mantan Ketua Tim Pemeriksa Mutu Barang, Ferdinand Ritonga. Mereka didakwa dengan dakwaan berlapis dan dalam dakwaan primair dijerat Pasal 2 ayat (1) Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan dalam dakwaan subsider dijerat Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 20/2001. Adapun dalam dakwaan lebih subsidair dijerat Pasal 9 UU No 20/2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” pungkas Untung menerangkan.(bhc/mdb)
|