JAKARTA, Berita HUKUM - Kebijakan fiskal yang selama ini diambil tidak secara jelas mengaitkan dengan hal-hal yang sifatnya minimal, misalnya untuk kebijakan untuk membuka lapangan kerja. Kebijakan fiskal harus diuji, karena dikhawatirkan melanggar konstitusi atau bahkan menjauhkan Indonesia dari cita-cita konstitusi. Kebijakan fiskal juga dinilai tidak serius.
“Contoh sederhana kebijakan fiskal, mengakibatkan adanya kesenjangan kaya dan miskin semakin terlihat. Apa saja yang dilakukan kebijkan fiscal selama ini, bukannya semakin merata kok malah semakin lebar,” geram Revrisond Baswir, dari Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, saat menjadi narasumber di Workshop Kerjasama Setjen DPR dengan CORE Indonesia, bertajuk ‘Kebijakan Fiskal dan Kesejahteraan Sosial’ di Ruang Pansus C, Gedung Nusantara II, Rabu (1/4) lalu.
Persoalannya, tambah Revrisond, apakah selama disadari atau tidak kebijakan fiskal memang dirancang untuk mengoreksi kesenjangan atau justru malah tidak kearah sana sama sekali.
“Kalau dilihat perkembangan selama ini terus terang saya bertanya-tanya. Jangankan kebijakan fiskal dipakai sebagai alat transformasi menuju amanat konstitusi atau jangan-jangan dipakai untuk tujuan sebaliknya,” kata Revrisond seolah bertanya.
Ketika ditanya bagaimana peran DPR dalam kebijakan fiskal, Revrisond menyatakan bahwa DPR memiliki peran bukan hanya penentuan APBN, tetapi juga ketika menyusun program legislasi. Mengingat, setiap rupiah yang ditentukan dalam APBN, tentunya memiliki landasan hukum, yang merupakan produk dari Dewan.
“Itulah masalahnya, kalau kita membicarakan kebijakan fiskal kita tidak hanya berbicara rupiahnya. Setiap sen di APBN itu pasti ada dasar hukumnya. Tapi yang menjadi persoalan sekarang itu adalah mengapa banyak sekali UU yang melanggar konstitusi,” tambah Revrisond.
Ia berpesan, jangan sampai kebijakan fiskal yang seharusnya dipakai untuk alat transformasi dan untuk mengamalkan konstitusi, jangan malah dipakai untuk melawan konstitusi.
Ditemui usai acara, Kepala Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Satyanto Priambodo menyatakan tujuan diadakannya workshop ini adalah memberi masukan-masukan kepada Anggota Dewan, untuk mendukung tugas dan fungsinya masing-masing di komisi maupu Alat Kelengkapan Dewan.
“Dalam mengambil kebijakan yang bersifat strategis nantinya Anggota Dewan mempunyai bahan dan referensi. Kalau kita cermati dari narasumber tadi, banyak hal-hal yang terkait dengan tugas Anggota Dewan,” jelas Nanang, panggilan akrab Satyanto.
Nanang menjelaskan, workshop ini merupakan salah satu dari rangkaian Workshop Kebijakan Ekonomi dan Sektor Strategis Nasional. Workshop berikutnya akan diadakan pada 8 dan 13 April 2015. Selain Revrisond, narasumber lain yang menjadi pembicara adalah Hendri Saparini dan Edi Prio Pambudi.(sf/dpr/bh/sya)
|