JAKARTA, Berita HUKUM - Kebijakan bebas visa kunjungan dan membanjirnya Tenaga Kerja Asing (TKA) masuk ke Indonesia, belakangan ini ada anggapan kalau kebijakan akan berimbas pada masalah keamanan negara, sedang disisi lain berpandangan kebijakan akan tetap dilakukan pemerintah.
TB Hasanudin selaku anggota DPR RI Komisi I berpandangan dalam penerapan kebijakan bebas visa ini perlu diperhatikan dari segi pengawasan. "Pengawasan merupakan yang paling sulit, serta terkait masalah keamanan negara akan berdampak pada membanjirnya tenaga kerja asing (TKA), sehingga menimbulkan masalah keamanan," ujarnya mengingatkan.
Ada tiga (3) hal yang patut diperhatikan dan butuh pengawasan, menurut Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari PDI Perjuangan itu menyampaikan, "Seperti kerentanan terhadap konflik sosial, perbedaan bahasa yang tidak saling mengerti, perbedaan sosial budaya, bahkan tidak menutup kemungkinan akan bermunculan lokalisasi (pelacuran tertutup), dan juga rotasi penjualan minuman keras tertutup," ungkap TB Hasanuddin, saat sesi Seminar Nasional bertajuk "Kebijakan Bebas Visa Kunjungan dan Membanjirnya Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia" yang digelar oleh Kaukus Muda Indonesia (KMI) di Hotel Century Park, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9).
Rawan terhadap ancaman polemik global. Baik itu konflik sosial, rawan terhadap national organized crime. "Maka itu, upaya yang harus dilakukan memperkuat regulasi dan keterkuatan tenaga kerja lokal dengan tenaga kerja asing," ungkapnya.
Ibaratnya ada yang kurang dalam hal penyelidikan, dalam pemerhatian kasus narkoba dan lain sebagainya. Politisi PDI Perjuangan tersebut juga menyampaikan, contoh seperti pada kasus penyelundupan narkotika yang modusnya lewat di dalam tiang beton, tabung pipa yang mau dipakai untuk bahan konstruksi, dimana narkoba disusupkan hingga bisa masuk mencapai sekitar 20-30 kg.
TB Hasanudin juga menambahkan, "Harusnya warga negara kita yang kesana. Ini keluar saja setengah mati, namun yang masuk begitu longgar. Upah yang lebih tinggi dengan level yang sama. Akomodasi yang lebih baik juga diperoleh tenaga kerja asing. Masalahnya kebijakan tentang investasi dari luar negeri itu ke dalam negeri," ujarnya menambahkan.
Padahal seharusnya menurut Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari PDI Perjuangan itu, pemerintah sebaiknya memperkuat ketenagakerjaan lokal dengan 4 arah kepentingan, dengan; melindungi hak tenaga kerja Indonesia, menjadikan tenaga kerja lokal sebagai tuan rumah di negara sendiri, adanya peningkatan kapasitas tenaga kerja Indonesia dan menjamin terselenggara serikat pekerja indonesia.
Sejauh ini, TB Hasanudin berkata bahwa, upaya telah dibicarakan dengan Pemerintah dimana visa bebas dalama 100 negara akan dibicarakan kembali. "Dan nanti memang harus ada beberapa negara yang mesti di stop (akan dianalisa dan upayakan yang efektif untuk di stop). Soalnya, kalau hanya memberikan 'kemoderotan' bagi bangsa dan negara ada baiknya di stop saja," imbuhnya.
"Ada baiknya diselesaikan secara adat antara Pemerintah, DPR. Meningkatkan sinergi, atas dampak terkait tenaga kerja. Dan untuk pengawasan tentunya perlu bantuan pula dari pihak masyarakat luas pula. Regulasinya, Perpres, Kepress, Peraturan Menterinya, Undang-undang itu bukan Al Quran, bukan Injil, bila tidak cocok, bisa direvisi. Silahkan beri masukan. Pemilik negeri ini kita semua," tegasnya.
Adapun seminar nasional yang diselenggarakan oleh KMI tersebut turut pula dihadiri Edi Humaidi selaku Ketum KMI, kemudian para narasumber seperti; TB Hasanudin Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dirjen Imigrasi Kemenkumham, Irjen Pol. Ronny F Sompie dan Sekjen KSPI Subiyanto di Jakarta, Rabu (14/9).
Sementara itu, Dirjen Imigrasi Kemenkumham Ronny F Sompie menyampaikan tujuan awal Kebijakan bebas visa dimulai semenjak pada tahun 2015, di Pemerintahan Presiden RI Joko Widodo, dimana Kementerian Pariwisata dibawah kemenko Maritim mengusulkan berupaya mendongkrak dengan Asean dimana jumlah wisatawannya cukup hingga dapat menggenjot penerimaan negara dari kunjungan wisatawan mancanegara, pemerintah pada bulan Maret 2016 lalu memberlakukan kebijakan bebas visa kepada 169 negara.
"Kebijakan ini gagasan Kemenko Maritim khususnya pariwisata. Dari sana gagasan ini kementerian lembaga lain mendukung, alasan bisa diterima dan Presiden menyetujuinya," ucapnya.
Namun, memang dengan diberlakukannya kebijakan bebas visa tersebut, tak menutup kemungkinan membuat pasar tenaga kerja di Indonesia ramai dibanjiri oleh Warga Negara Asing (WNA), yang malah bersaing dan menggilas tenaga kerja lokal. Karena timbulnya masalah tersebut, Pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap penerapan kebijakan bebas visa kepada 169 negara setelah setahun masa pemberlakuan.
"Bebas visa kunjungan sedang dievaluasi, setelah setahun berjalan bisa kita berikan," jelas Dirjen Imigrasi Ronny F. Sompie.
Karena Pada tahun 2017 berupaya dari 15 negara menjadi 45 negara. 15 negara resiprokal dan 30 negara tidak resiprokal. Selain itu, Ditjen Imigrasi juga berencana menerapkan kembali aturan administrasi dengan memberikan lembar kunjungan bagi WNA yang berkunjung ke Indonesia yang wajib dikembalikan saat kembali ke negara asalnya. Dengan cara ini, diharapkan kontrol terhadap WNA yang bekerja di Indonesia dapat ditingkatkan.
"Tahun 2017 akan membangun sistem informasi manajemen keimigrasian. Kita berlakukan lagi kalau ke luar negeri ada, kita menulis identitas kita, satu lembar kita bawa saat pulang kita kembalikan," jelasnya.
"Selain itu, pengawasan juga perlu dilakukan bekerjasama dengan Babimkamtibmas dan kepala desa. Maka ketika ada laporan langsung bisa ditindaklanjuti apabila ada orang asing mencurigakan," ujar Irjen Pol (Purn.) Dr Ronny Franky Sompie, SH. MH mantan Kadiv Humas Mabes Polri dan Kapolda Bali ini saat sesi seminar, Rabu (14/9).
"Soalnya kalau di negara kita masih terkotak-kotak, dimana belum ada kebijakan yang mengatur kebijakan di border security. Patut diakui memang di negara kita belum seperti di kedua negara tetangga kita, yakni Australia dan Singapura dimana sudah maju dalam border security dan protection-nya," ungkapnya.
Disana, menurut Ronny F. Sompie, kedua negara itu telah menggabungkan kedua institusi, seperti imigrasi dan bea cukai. "Hingga nampak Imigrartion dan check point, baik itu juga melibatkan unsur intelijen, IT, cost guard, bea cukai, polisi, angkatan laut juga. karantina dimana sudah disatukan guna pemeriksaan. Seperti di Singapura, dan Australia border coast-nya," jelasnya.
Sejauh ini sudah hampir sebanyak 6.000 warga negara asing yang terkena deportase, hingga akhir bulan Agustus. Baik dari negara China, Korea, Jepang, Australia. Dimana acapkali dalam melakukan kegiatan, dimana kalau saat pemeriksaan awal. "Pada saat ditangkap, sebagian besar tidak punya paspor. Sudah memberkas 216 berkas perkara China Asean, Amerika, Eropa, Australian. Memang paling banyak dari China, kKalau di deportase kan mesti harus punya tiket balik, yang merupakan kewajiban dari maskapai penerbangan," urainya.
Ditambah lagi berdasarkan data pemetaan Ditjen Imigrasi, terdapat 14 pintu gerbang masuk wisatawan ke dalam negeri, seperti di pelabuhan dan bandara. Sedangkan di darat, belum dijadikan tempat pemeriksaan imigrasi. "Yang pasti evaluasi ini kita lihat setelah 1 tahun berjalan supaya terlihat manfaatnya lebih jelas. Imigrasi pun punya aplikasi pengawasan orang asing, tapi ini upaya untuk memperkuat," pungkas punawirawan Jenderal Polisi bintang dua itu.
Lalu kemudian, dalam kesempatan yang sama, perwakilan dari buruh yaitu dari elemen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengajukan, meminta pemerintah, supaya mengkaji ulang kebijakan pemerintah yang memberlakukan bebas visa kepada sejumlah negara tersebut.
"Karena kebijakan itu berpotensi besar terjadi penyalahgunaan izin masuk Indonesia yang dikatakan untuk wisata, namun digunakan untuk bekerja di Indonesia," tegas Subiyanto.
Sekjen KSPI Subiyanto mengatakan bahwa, dari semenjak awal KSPI MENOLAK TKA, dimana terkait ekonomi. "Pertumbuhan ekonomi, dimana penyerapan angkatan tenaga kerja dan pengentasan pengurangan kemiskinan. Selain itu juga tinjauan tentang konstitusi, dimana mau menggunakan MEA, ataupun harusnya pemerintah tidak boleh memperbolehkan dan melegalisasi TKA, Investasi. Dari KSPI kita tidak menolak, silahkan investasi, namun apakah dengan investasi ini akan meninggalkan kepentingaan ?," pungkasnya.(bh/mnd) |