JAKARTA (BeritaHUKUM.com) Badan Reserse Krimnial (Bareskrim) Polri benar-benar kesulitan dalam menetapkan aktor intelektual kasus pemalsuan surat putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Meski sudah memiliki banyak saksi, tapi belum juga mendapatkan bukti kuat yang mengarahkan ke otak pelakunya.
"Saksi ada dan sudah banyak, tapi bukti belum lengkap. Kasus ini dilakukan secara berkelompok, yakni pembuat surat, penyuruh pembuatan surat, dan pengguna surat palsu itu. Kami masih kurang alat bukti untuk menjerat orang yang diduga menyuruh membuat surat dan pengguna surat tersebut, kata Kabareskrim Polri Komjen Pol. Sutarman kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (7/11).
Tim penyidik, kata Sutarman, telah menemukan pembeda antara surat MK yang palsu dengan yang asli. Bahkan hasil penyidikan telah mengungkap Andi Nurpati menggunakan surat palsu MK tersebut. "Alat bukti minimal harus dua. Saksi itu berarti satu alat bukti. Sedangkan bukti lainnya surat palsu itu yang kini sedang kami dalami," ungkap mantan Kapolda Metro Jaya itu.
Meski demikian, jelas dia, penyidikan kasus ini akan mengungkap sampai pada tataran pengguna dan penyuruh pembuatan surat paslu ini. "Kami tetap mencari hubungan antara keterangan-keterangan yang satunya, mengarahkan bahwa dia sadar bahwa surat itu adalah palsu. Kalau itu dengan sadar bahwa itu yakin surat palsu yang dipakai, itu berarti yang kena. Jadi alat bukti cukup," imbuhnya.
Kasus surat palsu MK telah menyeret Masyhuri Hasan ke pengadilan. Dalam sidang di PN Jakarta Pusat pada Kamis (27/10) lalu, seorang saksi, yakni pelaksana staf tata usaha KPU, M. Sugiarto mengaku, mendapat perintah dari mantan Komisioner KPU Andi Nurpati. Perintahnya, mengetik surat permintaan penjelasan tentang putusan MK mengenai daerah pemilihan (dapi) Sulawesi Selatan I.
Namun, Andi Nurpati telah membantah semua tuduhan dan menyatakan hanya menjalankan tugasnya selaku Komisioner KPU. Itu adalah surat resmi KPU, karena mempunyai dasar-dasar untuk dimintai penjelasan kepada MK, kata Andi Nurpati.
Sebelumnya, polisi mengaku masih melakukan penyelidikan untuk mengungkap siapa yang menyuruh, menggunakan, dan membuat surat keputusan palsu itu. Dalam proses penyidikan ini, polisi akan menunggu hasil persidangan dari dua orang tersangka. Mereka adalah juru panggil MK Masyhuri Hassan dan Mantan Panitera MK Zaenal Arifin.(dbs/bie)
|