JAKARTA, Berita HUKUM - Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung RI, Setia Untung Arimuladi kepada Wartawan menyampaikan informasi mengenai penyidikan penyimpangan Jasa Penundaan (assist tug) pada PT. Pelindo IV Cabang Samarinda.
Dalam perkara ini telah ditetapkan 2 orang tersangka yaitu Johnson Simanjorang (JS) selaku Manager Keuangan dan Edy Djoni Markus Nursewan MSc (EDMN), Selaku General Manager.
"Adapun kasus posisi dalam perkara ini adalah dimana PT. Pelindo IV Cabang Samarinda melakukan pengelolaan jasa penundaan untuk kapal tongkang yang melewati tiga jembatan yang berada di Sungai Mahakam yaitu jembatan Mahulu, Mahkota II dan Mahakam dan dalam setiap penggunaan jasa tunda tersebut dikenakan tarif sebesar Rp. 1.825.000,- untuk setiap kali melewati satu jembatan, dimana di dalamnya terdapat komponen PNBP sebesar 20% untuk penggunaan kapal jasa tunda yang bukan milik PT. Pelindo dan 1,75% jasa kontribusi," urai Untung.
Ditambahkannya bahwa dalam pelaksanaan jasa tunda pihak PT. Pelindo bekerja sama dengan pihak ketiga yaitu PT. Merah Putih, PT. NSS, PT. Fatah 99 dan CV. ADS dengan menetapkan pungutan PNBP yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Di samping itu PT. Pelindo IV Cabang Samarinda juga telah memungut 18 % tanpa dasar hukum yang jelas dalam setiap penggunaan jasa tunda dan juga memungut 10% - 12,5% seolah-olah untuk PPN dari CV. ADS.
Akibat penyimpangan tersebut Negara dirugikan sejumlah kurang lebih Rp.1.300.000.000,- (satu miliar tiga ratus juta rupiah) karena perhitungan kerugian Negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Timur belum selesai dilakukan dan dalam waktu dekat perkara ini segera ditingkatkan ke Penuntutan.
Selain itu, masih terkait kasus yang ditangani Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, yang akan segera meningkatkan perkara pembebasan lahan untuk SMK Negeri I Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara ke Penuntutan.
"Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur akan segera meningkatkan perkara pembebasan lahan untuk SMK Negeri I Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun Anggaran 2008 ke Penuntutan dalam waktu dekat, karena rangkaian kegiatan penyidikan sudah dilaksanakan hanya tinggal menunggu hasil perhitungan kerugian keuangan Negara oleh BPKP Perwakilan Kalimantan Timur," kata Untung memaparkan.
Menurutnya dalam perkara ini sudah ditetapkan 2 orang tersangka yaitu Drs. H. AR (Akhdar Rivai, Msi.) selaku KPA dan JP ( Joko Pitono, S.Sos. Msi selaku PPTK), dimana keduanya tidak pernah meneliti keabsahan dari surat kepemilikan hak atas tanah yang dimiliki masyarakat atas nama La Baco, seluas 4 hektar yang baru didaftarkan pada Desa Badak Baru pada tanggal 7 Mei 2007 oleh La Baco, dimana pada tanggal yang sama yaitu 7 Mei
2007 La Baco mengalihkan penguasaan tanah tersebut kepada Kamarudin Jawahir,
"Pengalihan tersebut dibuatkan Surat Keterangan untuk melepaskan hak atas tanah yang juga didaftarkan di Desa Badak Baru dengan harga Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah)," ujar Untung.
Kemudian dilakukan pembayaran ganti rugi tanah dimaksud sebesar Rp. 2.600.000.000,- (dua milyar enam ratus juta rupiah), padahal yang diterima LA BACO hanya Rp. 600.000.000.
"Hingga yang terjadi sebagai akibat perbuatan para tersangka tersebut Negara cq. Kabupaten Kutai Kartanegara dirugikan sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah)," pungkas Untung.(bhc/mdb) |