JAKARTA, Berita HUKUM - KPK berjanji akan segera menuntaskan kasus dugaan terjadinya tindak pidana korupsi terkait Surat Keterangan Lunas (SKL) penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Ketua KPK Abraham Samad berjanji, sebelum masa jabatannya berakhir pada tanggal 17 Desember 2015, KPK akan menuntaskan kasus-kasus besar teruama kasus SKL BLBI ini.
"KPK berkonsentrasi menyelesaikan kasus-kasus besar ini. Karena mengingat, masa jabatan kami tinggal setahun lagi. Jadi kita berusaha, semaksimal mungkin, untuk menyelesaikan tunggakan-tunggakan itu," ujar Abraham di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (15/12).
Dalam kasus ini, KPK telah memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan. Mereka yang telah dipanggil oleh KPK adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) era Abdurahman Wahid (Gusdur) Laksamana Sukardi dan Menteri Koordinator Perekonomian era Megawati Soekarnoputri, Dorodjatun Kuntjoro Jakti.
Seperti diketahui, SKL BLBI dikeluarkan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri berdasarkan Inpres Nomor 8/2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10.
KPK menduga ada masalah dalam proses pemberian SKL untuk beberapa obligor BLBI. Pasalnya, SKL itu membuat Kejaksaan Agung menghentikan penyidikan (Surat Perintah Penghentian Penyidikan-SP3) terhadap sejumlah pengutang.
Hasil audit BPK, dari dana BLBI sebesar Rp144,5 triliun yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, menimbulkan kerugian negara hingga Rp138,4 triliun.
Sementara, Pengungkapan kasus korupsi Bantuan Likuditas Bank Indonesia (BLBI) menjadi pertaruhan integritas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Untuk itu, KPK mesti mengusut megaskandal perbankan ini dari pengemplang BLBI yang paling merugikan keuangan negara dan membebani rakyat. Hal tersebut diungkapkan pakar hukum dari Universitas Khairun Ternate, Margarito Kamis, saat dihubungi Koran Jakarta, Minggu (14/12).
Menurut Margarito, penyelesaian kasus BLBI merupakan pertaruhan KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi.
“Setidaknya, KPK harus meningkatkan status pemeriksaan kasus BLBI dari penyelidikan ke penyidikan.Jangan hanya berhenti pada pemeriksaan mantan pejabat negara pada era keluarnya SKL (Surat Keterangan Lunas) saja, tetapi segera tetapkan siapa pelaku pengemplang uang negara,” kata Margarito.
Sebelumnya, peneliti Perkumpulan Prakarsa, Af Maftuchan, mengungkapkan beban utang pengemplang BLBI yang ditanggung rakyat Indonesia selama bertahun-tahun seharusnya menjadi alat bukti bagi KPK untuk mengusut tuntas skandal perbankan ini. Lagi pula sangat tidak adil jika perbuatan jahat para pemilik bank itu dialihkan menjadi obligasi rekapitalisasi perbankan yang pembayaran bunganya diambil dari penghasilan rakyat.
Gara-gara itu pula, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi selalu defisit. Bahkan, kondisi anggaran negara terancam kolaps sebab utang BLBI yang semula pada tahun 1998 hanya 672 triliun rupiah terus membengkak menjadi 3.034 triliun rupiah pada 2013, bertambah lagi menjadi 5.164 triliun rupiah pada 2018 dan menjadi sekurangnya 20 ribu triliun rupiah pada 2033.
Margarito menjelaskan sesungguhnya KPK sudah cukup lama menyelidiki kasus BLBI, namun belum juga ada pelaku pengemplang yang ditangkap dan ditahan.
“Karena itu, KPK jangan PHP alias memberikan harapan palsu, tetapi segera buktikan. Jangan selalu menjadi sirkus dalam kasus BLBI. Ramai sebentar, lalu tenggelam. Memberikan harapan palsu itu menyakitkan masyarakat. Segera selesaikan kasus BLBI,” kata Margarito. Karena itu, imbuh Margarito, KPK harus serius menuntaskan kasus BLBI.
“Jangan hanya serius sebentar lalu tidak diteruskan. Kasus BLBI merupakan tanggung jawab moral KPK untuk dituntaskan,” ujar Margarito. Sekretaris Jenderal Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Ridwan Darmawan, mengatakan KPK juga bisa mengusut dari kondisi keuangan para pengemplang BLBI dan penyeleweng Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) itu sekarang.
Sebab, obligor BLBI yang masih memunyai kewajiban kepada negara kini justru masuk daftar orang terkaya 2014 versi majalah Forbes.
“Mereka dulu mengaku tidak mampu mengembalikan BLBI, tapi sekarang justru kaya raya. Ini kan tidak adil,” ungkap Ridwan. KPK seharusnya menuntut semua obligor BLBI untuk melunasi utang sepenuhnya seperti yang diamanatkan Tap MPR No X/MPR/2001, Tap MPR No IV/MPR/2002, UU Propenas No 25 Tahun 2005, dan Inpres No 8 Tahun 2002.
Tap MPR dan UU Propenas juga menegaskan untuk memaksa obligor BLBI membayar penuh utangnya 100 persen dan menaati MSAA (Master Settlement and Acquisition Agreement) dan MRA (Master of Refinancing Agreement) sepenuhnya.
Sedangkan, terkait kasus MegaSkandal BLBI ini, Kwik Kian Gie (KKG) yang juga sebagai politisi kader PDI Perjuangan, dimana KKG pernah menjadi Wakil Ketua MPR RI, Menko EKUIN, Anggota Komisi IX DPR RI dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. KKG yang memperoleh penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana RI dan sejak tahun 1980 serta KKG sangat aktif menulis di berbagai media massa, memberikan paparan dalam berbagai seminar dan talk shows di televisi. Melalui Blognya, KKG menggunakan teknologi kontemporer untuk tetap memberikan sumbangsih pikirannya kepada masyarakat dan bangsa. Silahkan
klik terkait kasus Skandal BLBI ini: Blunder dan Malapetaka Terbesar Terkait BLBI: O.R.(kri/ara/sindonews/eko/koran-jakarta/bhc/sya)