JAKARTA, Berita HUKUM - Mantan Ketua Umum Asosiasi Perbenihan Indonesia Elda Devianne Adiningrat yang menjadi tersangka dalam kasus penyelewengan kredit modal Bank BJB kepada PT Cipta Inti Permindo (PT CIP) sebesar Rp 55 miliar, hingga hari ini belum ditahan, karena Kejaksaan Agung (Kejagung) tetap mengedepankan hati nurani, sebab yang bersangkutan pingsan di gedung bundar Kejagung, hingga akhirnya dilarikan ke rumah sakit.
Kendati demikian, Kejagung tetap akan menahan Elda Devianne Adiningrat yang sudah 2 bulan lebih belum ditahan atau sejak 21 Februari semenjak dia ditetapkan sebagai tersangka.
Seperti ditegaskan Jaksa Agung Basrief Arief, bahwa sepanjang masih bisa dilakukan pemeriksaan kembali maka pihaknya akan melakukan pemeriksaan, untuk kemudian penahanan. Hanya saja Basrief sendiri mengaku belum mendapat laporan terbaru dari penyidik Pidana Khusus Kejagung mengenai kondisi terakhir Elda. Tapi kata dia pihak Kejagung juga akan melakukan pemeriksaan soal kondisi kesehatan Elda.
"Kita tentunya akan melakukan pemeriksaan ke dokter, kita juga kan punya dokter di sini," kata Basrief, kepada Watawan, di Kejagung, Jumat (24/5). Dan Basrief membantah saat ditanya apakah Elda sedang dalam masa pembantaran, di mana dia yang harusnya ditahan di rumah tahanan menjadi dirawat di rumah sakit.
"Maksudnya pembantaran gimana? dia kan tidak ditahan jadi apa yang dibantar. Kalau pembantaran itu harus dilakukan penahan dulu. Ketika dia sakit dia berobat baru dilakukan pembantaran, nah inikan belum dilakukan penahanan," terang Basrief.
Dijelaskannya lebih lanjut kalau penahanan tak bisa dilakukan apabila si tersangkanya sakit. Dengan begitu, jelasnya, pembantaran tahanan hanya bisa dilakukan apabila si tersangka sakit saat ditahan.
Sebagaimana diketahui bahwa, pada hari Rabu (22/5) lalu, Elda jatuh pingsan saat tengah diperiksa penyidik Kejagung. Dia lalu dilarikan ke RS Pertamina Pusat. Dan pada Kamis (23/5) kemarin dia dirujuk ke RS Pondok Indah, dengan alasan dia sudah dalam pengawasan dokter RSPI sejak lama.
Sementara itu pengamat hukum Nyoman Rae mengatakan, bahwa memang seharusnya Jaksa melakukan perintah penangkapan dan penahanan terlebih dahulu.
"Setelah itu, maka dengan alasan kesehatan yang bersangkutan tersebut dapat dibantarkan ke rumah sakit namun tetap dalam pengawasan Jaksa Agung RI," ujar Nyoman kepada BeritaHUKUM.com, di Jakarta, Sabtu (25/5).
"Jadi jelas, dan perlu diketahui, pembantaran itu dilakukan ketika seorang tersangka atau terdakwa dalam posisi sebagai tahanan Polri atau Jaksa," pungkas Nyoman.(bhc/mdb) |