India Kashmir Diisolir, Diblokir: Salat Jumat dan Jelang Idul Adha di Jaga Puluhan Ribu Tentara 2019-08-10 05:39:42
Para aktivis melakukan protes di New Delhi, Jumat (9/8) menentang dicabutnya status khusus Kashmir.(Foto: AFP)
JAKARTA, Berita HUKUM - Keamanan tingkat tinggi tetap diterapkan di kawasan Kashmir yang dikuasai India saat salat Jumat (9/8) dan menjelang Idul Adha, lima hari setelah kawasan ini diisolir menyusul pencabutan status khusus.
Keputusan mencabut status khusus kawasan dengan penduduk mayoritas Muslim ini ditanggapi dengan kemarahan oleh pihak oposisi namun banyak warga India yang merayakan langkah ini, kata wartawan BBC Gujarat, Dipalkumar Shah.
Para pejabat mengatakan warga diizinkan untuk salat Jumat di masjid-masjid kecil namun komunikasi masih tetap diblokir.
Masjid utama di Srinagar ditutup dan puluhan ribuan personel keamanan telah dikerahkan untuk berjaga di jalan-jalan sejak pengumuman pencabutan status Senin (05/08) lalu.
Jam malam diterapkan di kawasan ini dan pihak keamanan sejauh ini telah menangkap ratusan orang.
Kantor berita AFP mengutip Dilbag Singh, kepala polisi Kashmir yang mengatakan warga tetap dilarang untuk berjalan keluar dari daerah tempat tinggal mereka.
Dalam pidatonya Kamis (8/8), Perdana Menteri Narendra Modi mengatakan bahwa warga "tidak akan dibatasi" dalam merayakan Idul Adha. Hak atas fotoGETTY IMAGESImage captionPuluhan ribu tentara dikerahkan sebelum pengumuman pencabutan pada Senin (05/08).
Namun sejumlah laporan media menyebutkan pemerintah akan memutuskan apakah akan ada pembatasan jam malam pada hari Minggu (11/8).
Dalam pidatonya, Modi membela keputusannya terkait Kashmir dan menyebutnya "keputusan bersejarah" dan ia menambahkan "sangat yakin akan dapat membebaskan Jammu dan Kashmir dari terorisme dan separatisme dengan sistem (baru) ini". Hak atas fotoGETTY IMAGESImage captionIsolasi Kashmir menyebabkan banyak truk tidak bisa masuk kawasan ini sejak Senin (05/08).
Tak jelas berapa warga Kashmir yang mendengar pidatonya dan apa dampaknya terhadap mereka.
Di lapangan, ratusan orang, termasuk politisi, aktivis, pemilik usaha dan akademisi ditahan di tempat penahanan yang dibuat mendadak untuk meredam protes.
Namun kerusuhan telah pecah.
Kemarahan seperti gunung api yang akan meletus
Wartawan BBC melihat sejumlah pengunjuk rasa melemparkan batu ke arah petugas keamanan.
Sejumlah warga yang dihubungi BBC mengatakan mereka takut kerusuhan akan membesar.
"Rakyat Kashmir sangat marah," kata Iqbal, seorang agen perjalanan. Hak atas fotoGETTY IMAGESImage captionProtes di Kashmir menentang ratusan orang yang ditahan.
"Mereka seperti halnya gunung api yang akan meletus dan India tidak sadar akan konsekuensinya."
Dengan kondisi terisolir setelah diputusnya jalur komunikasi sejak PM Modi mengumumkan pencabutan status Kashmir Senin (05/08) lalu, tak banyak yang diketahui kondisi di wilayah ini namun banyak pihak yang marah.
Namun di kawasan India lain, banyak yang mendukung dicabutnya Pasal 370 - pasal dalam konstitusi yang menjamin status khusus kwasan ini.
Banyak kalangan di India yang menganggap Kashmir sebagai isu yang sangat penting dan sensitif karena dianggap bagian fundamenal identitas nasional dan kebanggaan.
Partai Nasionalis Hindu, Bharatya Janata (BJP) telah lama menentang Pasal 370 dan mencabut pasal yang merupakan bagian dari janji pemilu 2019.
Hari terkelam dalam demokrasi India
Mehbooba Mufti @MehboobaMufti: "Today the people of Jammu & Kashmir who reposed their faith in institutions of India like parliament & Supreme Court feel defeated & betrayed. By dismembering the state & fraudulently taking away what is rightfully & legally ours, they have further complicated the Kashmir dispute".
Di kawasan Kashmir yang dikuasai India, dua partai besar, Partai Demokratik, PDP dan Partai Konperensi, NC, menentang langkah ini.
Mehbooba Mufti, mantan menteri kepala negara bagian menyebut langkah inis ebagai "hari terkelam dalam sejarah India".
Ia juga mengatakan langkah itu merupakan pengkhianatan atas keputusan Kashmir bergabung dengan India pada 1947.
Ketua Partai NC Omar Abdullah menyebut langkah itu "pengkhianatan kepercayaan" dari warga di negara bagian itu. Hak atas fotoMAYANK PATELImage captionPerayaan di jalan-jalan di Delhi dan Mumbai mendukung pencabutan status Kashmir.
Namun di Delhi dan Mumbai, warga justru merayakan langkah itu di jalan-jalan. Di negara bagian barat Gujarat, warga memukul drum, menari dan membagikan permen di jalan-jalan. Hak atas fotoAMBEDKAR VICHAR MANCHImage captionPerayaan di Gujarat atas dicabutnya status khusus Kashmir.
"Dalam tujuh dekade terakhir, Kashmir tertinggal dalam pembangunan. Protes dan militansi menghambat perdamaian. Kini Kashmir adalah bagian dari politik dan kebijakan utama. Kashmir akan menjadi tempat yang sangat nyaman," kata Mayank Patel, salah satu penyelenggara perayaan di jalan-jalan kepada BBC.
Komunikasi diputus hal yang biasa di Kashmir
Diputusnya jalur komunikasi termasuk internet, media sosial, dan pesan singkat sering terjadi di Kashmir.
Pada tahun 2019 saja, terjadi 59 kali penutupan jalur, hampir sama dengan jumlah pada 2018, menurut LSM Software Freedom Law Center, India.
Dengan jumlah ini, Kashmir paling tidak mengalami satu kali diisiolir per minggu selama 30 minggu pertama tahun ini.
Data ini menunjukkan Jammu dan Kashmir adalah negara bagian India yang paling sering diisolir.
Di seluruh India, terjadi 87 kali mati listrik dan komunikasi tahun lalu.(BBC/bh/sya)
PT. Zafa Mediatama Indonesia Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359 info@beritahukum.com