JAKARTA, Berita HUKUM - Diskusi Rabu Perempuan kembali diadakan. Kali ini tema yang dibahas adalah Men Care dengan menghadirkan Chika Noya dari Rutgers WPF sebagai narasumber, Rabu (10/07).
Acara yang rutin digelar di Kedai Tjikini ini mendapat sambutan hangat dari beberapa peserta yang hadir seperti mahasiswa-mahasiswi Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (STT Jakarta) dan Universitas Tarumanagara, relawan dari Australian Volunteers International (AVI), teman-teman dari Ardhanary Institut dan masih banyak lainnya.
Men Care adalah kampanye global yang mempromosikan keterlibatan laki-laki sebagai ayah dan pengasuh yang setara dan anti kekerasan dalam rangka mencapai kualitas hidup keluarga yang tinggi dan kesetaran gender.
Tema Men Care ini sengaja dipilih untuk mendiskusikan banyak hal mengenai keterlibatan laki-laki dalam kesetaraan gender termasuk seberapa besar partisipasi dan gerakan pelibatan laki-laki yang ada selama ini di Indonesia.
Chika Noya, berbagi pengalaman mengenai kampanye global mengenai Men Care yang selama ini telah dilakukan. Peserta Rabu Perempuan menyimak dengan seksama kampanye global Men Care dari film dokumenter yang diputar.
Sebuah dokumenter memotret kepedulian laki-laki di Brasil seperti yang ditunjukan oleh pria bernama Marcio. Marcio, seorang laki-laki yang mengurus sendiri semua kegiatan domestiknya termasuk mengurus anaknya yang masih balita.
Mengapa Marcio mau melakukannya? Marcio memiliki seorang ayah yang selalu menghabiskan waktunya hanya untuk bersenang-senang, selalu pesta dan minum air keras, yang akhirnya menelantarkan ibu dan anaknya, yaitu Marcio itu sendiri.
Di film itu, terbesit Marcio menyatakan, “Nanti kalau saya punya anak, saya tidak ingin seperti ayah saya”. Hal itulah yang mendasarinya untuk memberikan yang terbaik bagi keluarga dan anaknya, termasuk mengerjakan kegiatan-kegiatan yang domestik, dari menyapu rumah, memasak, mencuci sprei dan kelambu sampai mengasuh anak. 
Beragam alasan keterlibatan laki-laki untuk berbagi di ranah domestik, alasan yang saling berbeda satu sama lain, namun sosok Marcio menjadi salah satu gagasan pentingnya Men Care.
Saat sesi diskusi, Chika Noya, mengiyakan seorang peserta yang menanyakan bahwa sebenarnya kepedulian laki-laki seperti itu sudah pernah ada di Indonesia. Menurutnya, “Inisiatif seperti Men Care sendiri sudah ada di Indonesia seperti dengan adanya Aliansi Laki-laki Baru sekitar tahun 2000.”
Salah satu kegiatan Men Care dalam mengajak pelibatan laki-laki di ranah domestik selain untuk kesetaraan gender juga untuk mencegah Kekerasan terhadap Perempuan (KtP).
Hal ini yang sedikit banyak membuat kegiatan Men Care bisa berkontribusi dengan realitas KtP di Indonesia, yang banyak terjadi di ranah dosmetik. Dari beragam kasus, setelah perempuan menjadi korban KDRT, hal ini belum tentu memastikan si pelakunya langsung dihukum.
“Saya gak ingin suami saya di penjara, saya hanya ingin stop dipukuli saja. Realitasnya kan begitu, sehingga banyak para istri yang mencabut laporannya. Jadi selama ini yang terjadi dalam penangannnya kami perlu melibatkan laki-laki, tidak hanya pendampingan kepada korban perempuan saja,” ujar Chika Noya. “Di Afrika konseling tidak hanya kepada korban tapi juga kepada pelaku kekerasan,” tandasnya
Di Indonesia, pola pengasuhan dan kegiatan di ranah domestik masih “berjumpa” dan selalu dikaitkan dengan kultur.
“Di Sumatra ada adat yang melarang seorang suami untuk melakukan kerjaan-kerjaan domestik, termasuk istri dan keluarganya pun turut melarang. Kultur ini masih ada.
"Dan kalau lelaki tersebut ketahuan melakukan pekerjaan domestik, maka akan dikenakan sangsi oleh komunitas tersebut,” kata Chika.
Kultur seperti ini juga masih berlangsung di tempat lain seperti yang ditampakan pada film terakhir yang diputar di Rabu Perempuan.
Seorang laki-laki dari Sri Lanka dicemooh oleh komunitasnya hanya karena mencuci piring dan melakukan kegiatan domestik lainnya. Oleh karenanya, merubah kultur dapat dimulai secara perlahan-lahan, dari proses keterlibatan laki-laki, proses itu adalah: men teach, men share, men care.(bhc/rat) |