JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kemungkinan besar DPR baru dapat menyelenggarakan rapat paripurna pada Kamis (29/3) lusa, untuk memutuskan untuk menyetujui atau menolak permintaan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Hal ini akibat alotnya pembahasan tentang hal ini dalam tubuh Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Setelah rapat maraton digelar sejak akhir pekan lalu, rapat dengan melibatkan anggota Banggar dan pejabat pemerintah termasuk Menteri Keuangan dan Menteri ESDM kembali digelar di ruang rapat Banggar, Senin (26/3). Saat rapat dihentikan, pimpinan Banggar kepada sejumlah wartawan, mengisyaratkan makin banyak dukungan ke arah penaikan harga BBM.
Hal ini menyusul desakn perubahan pasal 7 ayat 6 UU APBN 2012. Pasal ini yang menjadi penghalang dinaikkannya harga BBM, karena berisi perintah agar harga eceran BBM tak diubah.
Pasal ini pula yang kemungkinan akan menjadi bahan pemungutan suara dalam Sidang Paripurna nanti.
"Sekarang kita diskusikan dahulu. Jika misalnya nanti divoting di (sidang) Paripurna, apa kriteria pengubahan pasal tersebut supaya DPR tidak kasih cek kosong pada Pemerintah,"kata anggota Banggar DPR asal Fraksi PKS Andi Rachmat.
Meski demikian secara keseluruhan tarik-menarik politik serta respon publik menyebabkan pembahasan tidak berlangsung mudah. "Yang kami excercise ini adalah postur APBN. Besaran subsidi BBM akan mempengaruhi pos-pos anggaran di berbagai kementerian dan lembaga lain. Jadi memang rumit," jelas Andi.
Jika terjadi perubahan pada pos subsidi, maka anggaran kementrian dan lembaga juga harus diubah. Sementara pembahasannya harus dilakukan kementerian terkait denagn Komisi mitranya di DPR. Situasi ini akan makan banyak waktu sehingga sidang Paripurna pada Selasa (27/3) besok, dianggap terlalu singkat.
Sedangkan Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, Pemerintah meminta DPR, agar pemerintah diberi keleluasaan menentukan opsi penentuan harga BBM dengan pengubahan pasal tersebut dengan alasan fluktuasi harga minyak dunia. “Kenaikan harga minyak dunia ini yang menyebabkan Pemerintah harus bergerak cepat bila situasi menghendaki,” tandasnya.
Dalam pembahasan Banggar diketahui, akibat meroketnya harga minyak dunia, dua opsi APBN Perubahan yang muncul membawa konsekuensi naiknya subsidi. Dengan kenaikan harga BBM hingga Rp 1.500, pemerintah harus menggelontorkan subsidi sebesar Rp 137 triliun. Opsi lain tanpa kenaikan harga BBM akan membawa dampak membengkaknya subsidi hingga Rp 178 triliun yang melebihi pagu defisit anggaran sebesar 3%.(bbc/biz/rob)
|