JAKARTA, Berita HUKUM - Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Rapat Pleno ke 35 yang bertajuk "Penyelenggaraan Pemilu/Pilpres 2019 yang Jujur, Adil, dan Profesional", di Kantor MUI Pusat, jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (13/2).
Rapat pleno tersebut dihadiri oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu). Perwakilan dari KPU dan Bawaslu meminta peran tokoh agama sebagai penyejuk dalam mendinginkan dan mensukseskan Pemilu yang jujur, adil, dan profesional.
Anggota Komisioner KPU Ilham Saputra mengungkapkan bahwa, tehnik penyelenggaraan pemilu tahun ini lebih kompleks dari pemilu tahun sebelumnya.
Oleh karena itu, KPU meminta peran tokoh agama, yang dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mensosialisasikan pemilu agar tidak terjadi pelanggaran dan manipulasi.
"Pemilu serentak yang akan dilaksanakan 17 April 2019 nanti, setiap pemilih akan mendapatkan lima surat suara," ujar Ilham Saputra, Rabu (13/2).
Ilham menjelaskan, lima surat suara tersebut terdiri dari pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPD, DPD Provinsi, DPD Kabupaten/Kota.
Sebagai pihak penyelenggara, KPU juga mentargetkan proses perhitungan suara akan selesai di hari yang sama. Maka harus siap konsekuensinya. Yakni terjadi penambahan Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Sementara itu, Kordiv Pengawasan dan Sosialisasi Bawaslu, M. Afifudin menyatakan bahwasanya Bawaslu, sebagai pihak yang mengawasi penyelenggaraan pemilu di tuntut untuk tidak berat sebelah.
"Bawaslu benar-benar perlu dikuatkan untuk memastikan semua tahapan pemilu berjalan dengan baik," ujar Afifudin.
Ia mengatakan, Bawaslu dalam tugasnya lebih dulu melakukan pemetaan daerah yang rawan, oleh karena itu peran tokoh agama sangatlah penting termasuk di dalamnya MUI.
"Kyai dan tokoh agama lebih didengar ketika mengajak jamaahnya dibanding dengan kami (Bawaslu)," jelasnya.
Untuk menanggapi hal tersebut, Anggota Dewan Pertimbangan MUI KH Hasan Sahal menghimbau kepada masyarakat untuk bersikap dewasa dalam menyikapi pemilu tahun ini.
"Jangan berfikir pemilu tahun ini hanya untuk lima tahun ke depan saja, tapi untuk identitas bangsa dan negara selamanya. Perbedaan pilihan, menyikapi situasi ini perlu kedewasaan, karena yang untung dan rugi kita sendiri," jelas Hasan Sahal.
Ia menambahkan terkait kepercayaan terhadap pengawas dan penyelenggara, juga butuh keterlibatan dari semua pihak.
"Kepercayaan kepada penyelenggara dan penyelenggaraan tidak bisa diserahkan hanya kepada KPU dan Bawaslu saja. Pengawalan dan pengawasan dari langkah ke langkah perlu keterlibatan semua pihak," ungkapnya.(bh/na) |