JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyepakati perjanjian dengan BP Migas. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mencegah praktik korupsi di bidang tersebut. Penandatanganan kesepakatan itu dilakukan Ketua KPK Busyro Muqoddas dengan Kepala BP Migas Priyono yang berlangsung di gedung KPK Jakarta, Senin (14/11).
Busyro mengungkapkan, nota kesepahaman antara KPK dengan BP Migas dilakukan dengan profesional, transparan, independen dan penuh akuntabilitas. Bentuk kerjasama itu nantinya akan ditindaklanjuti secara operasional teknis dilapangan.
"Cakupannya terdiri atas pengawasan dan pengendalian usaha hulu minyak dan gas bumi, pendidikan dan pelatihan, tata kelola, pertukaran informasi dan data, serta sosialisasi terkait upaya pemberantasan tindak pidana korupsi," jelas dia dalam kata sambutannya, usai penandatanganan itu.
Menurut dia, tata kelola tersebut, meliputi diseminasi dan peluasan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN), penerapan program pengendalian gratifikasi, penerapan whistle blower system serta program inisiatif anti korupsi. Sedangkan bidang pendidikan dan pelatihan dilakukan dengan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. “Kerja sama ini merupakan kegiatan pencegahan yang dilakukan KPK dengan instansi pemerintah,” jelasnya.
Pada bagian lain, Busyro juga mengeluhkan sikap para politisi dan kalangan birokrat negara yang tidak peka terhadap proses penyelenggaraan negara. Satu di anatranya adalah sikap para politisi dan pejabat negara menyampaikan masalah NKRI, namun tidak memiliki pengetahuan yang memadai. Kesannya, mereka hendak memunculkan rasa nasionalisme terhadap masalah bangsa.
"Banyak pejabat dari presiden, MPR, DPR, para politisi yang ngomong masalah NKRI, tapi tidak punya pengetahuan yang memadai. Padahal keutuhan NKRI pada dasarnya adalah pemerataan pembangunan ekonomi," ujar dia.
Dirinya dalam kunjungan ke daerah, banyak mendapatkan keluhan masyarakat, dari petani garam, petani tebu, hingga keluhan dunia perguruan tinggi soal mahalnya manajemen transparansi. Mahalnya manajemen transparansi, selama ini masih tertutupi oleh moralitas para politikus dan elite bangsa dan rakyat dipaksa miskin dan dimiskinkan.
“Hal ini yang akan memunculkan anarkisme sosial, karena rakyat dipaksa miskin. Ini ada korelasinya antara anarkisme sosial dengan kebijakan politik dan kebijakan negara yang tidak transparan. Rakyat dipaksa miskin dan termiskinkan," tandas dia.(inc/spr)
|