JAKARTA, Berita HUKUM - Untuk kepentingan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam Pengadaan dan Pelaksanaan Pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Sorong Tahap III pada Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut (PPSDML) Badan Pengembangan SDM Kementerian Perhubungan Tahun Anggaran 2011, pada hari Selasa (16/2) penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya hukum penahanan terhadap dua tersangka, yakni Capt. Bobby Reynold Mamahit (BRM) sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Periode 2010-2013 dan Djoko Purnomo (DJP) menjabat sebagai Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Laut Periode 2006-2011 di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (DJPL Kemenhub) Republik Indonesia.
Penahanan dilakukan untuk 20 hari ke depan terhitung mulai hari ini di dua Rumah Tahanan Negara (rutan) berbeda. Tersangka BRM ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur. Sedangkan, Tersangka DJP di Rutan Polres Jakarta Timur.
"Pada hari ini, penyidik KPK melakukan upaya hukum penahanan terhadap dua tersangka yaitu BRM dan DJP. Tersangka BRM ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur. Sedangkan tersangka DJP di Rutan Polres Jakarta Timur," ujar Priharsa Nugraha. Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan keduanya sebagai tersangka. BRM dan DJP, diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi terkait pengadaan dan pelaksanaan Pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Sorong Tahap III pada Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut (PPSDML) Badan Pengembangan SDM Kementerian Perhubungan Tahun Anggaran 2011. Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian sekitar 40 miliar rupiah.
Sementara, Dalam dakwaan mantan General Manager PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan disebutkan bahwa Budi meminta bantuan Bobby R Mamahit dan Djoko sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dalam proyek tersebut untuk memenangkan PT Hutama Karya. Padahal, PT Hutama Karya tidak pernah mengikuti kegiatan lelang pembangunan diklat Ilmu Pelayaran (rating school) di Sorong tahap I dan II.
PT Hutama Karya sempat dibatalkan kemenangannya pada lelang karena PT Panca Duta Karya Abadi mengajukan sanggahan dengan alasan sistem penilaian panitia lelang tidak menggunakan sistem gugur sesuai dokumen RKS yang kemudian diterima Itjen Kemenhub.
Namun, Budi kembali meminta Bobby dan Djoko Pramono agar PT Hutama Karya tetap dimenangkan. Atas peran ini, Bobby mendapatkan Rp 480 juta sedangkan Djoko Pramono memperoleh Rp 620 juta.
Total kerugian negara seluruhnya Rp 40,193 miliar yang diperoleh dari selisih nilai pekerjaan yang diserahkan kepada subkon (Rp 19,462 miliar), kontrak PT Hutama Karya dengan subkontraktor fiktif (Rp 10,238 miliar), penggelembungan biaya operasional (Rp 7,4 miliar) dan kekurangan volume pekerjaan (Rp 3,09 miliar).
Atas perbuatannya, BRM dan DJP disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.(kpk/bs/bh/sya) |