JAKARTA, Berita HUKUM - Kejahatan korupsi sifatnya manipulatif, koruptor akan selalu tetap berupaya mendapat keringanan hukum. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus berani dan tegas dalam menangani dengan cara yang aturan hukum yang tepat.
Hal ini terungkap dalam pemaparan Ketua KPK Abraham Samad di Hotel Borobudur Jakarta Pusat, Kamis (9/5).
Bicara mengenai pengembalian aset Negara, semua aset yang dikuasai dan dimiliki oleh koruptor dan bila terjadi penyimpangan didalamnya menyembunyikan asetnya, pengembalian aset pada pihak ke tiga juga bisa jadi tindak pidana korupsi atau penggelapan jika tidak mereka akan menyuap petugas hukum.
Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) telah digunakan KPK, belajar dari pengalaman masa lalu, tidak ada efek jera dari koruptor jika tidak dikembalikan aset-aset yang di miliki koruptor.
Proses ini merupakan pemiskinan pada koruptor, juga bisa menjangkau aset yang begitu liar, kesana kemari.
Jika tidak, koruptor akan mampu manipulasi dan membayar aparat hukum di Lembaga Pemasyarakatan.
"Salah satu LP yang sudah dipantau oleh KPK dan begitu apel sore dilakukan tahanan ini masuk sel masing-masing, namun apa yang dilakukan setelah itu, selepas maghrib akan ada 3 mobil iring-iringan keluar membawa koruptor dan dia kembali kerumahnya dan setelah sholat shubuh dia balik lagi ke LP dan ikut apel pagi," ujarnya.
Ditambahkannya, di sini banyak wartawan boleh cek di Lapas sana, untuk memastikannya, jadi mereka ke penjara seperti pergi kerja saja.
Dan KPK seharusnya memiliki ruang tahanan sendiri, agar koruptor kakap tidak mendapat fasilitas seperti di Lapas.
"Koruptor dapat melakukan hal manipulatif, dan KPK sangat butuh dengan penjara sendiri. Jika tidak bisa saja mereka jalan-jalan ke Mall, ini kerjaan koruptor kelas wahid," pungkas Abraham.(bhc/put) |