JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Penetapan Muhammad Nazaruddin dalam kasus dugaan pencucian uang diharapkan dapat menjerat sejumlah pihak yang diduga menerima dan menikmati aliran dana suap dari proyek pembangunan wisma atlet SEA Games XXVI/2011. Nama-nama seperti Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, dan I Wayas Koster, jika terbukti pasti akan mudah dijerat
Saya jamin, takkan ada orang yang secara hukum akan menjadi tersangka, tidak saya jadikan sebagai tersangka. Selama kepemimpinan saya, saya jamin akan saya jerat," kata Ketua KPK Abraham Samad kepada wartawan di gedung KPK, Senin (13/2), selang beberapa saat setelah penetapan status tersangka bagi Nazaruddin tersebut.
Bahkan, lanjut dia, semua pihak yang turut menikmati aliran dana proyek wisma atlet akan dijerat dengan UU Nomor 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dengan menggunakan UU tersebut, sangat dimungkinkan memproses mereka secara hukum. “Tolong doakan KPK, agar dapat mewujudkannya harapan besar masyarakat," tandasnya.
Dalam kesempatan terpisah, anggota tim kuasa hukum Nazaruddin, Rufinus Hutauruk mengakui, penetapan kliennya sebagai tersangka kasus dugaan pencucian uang untuk pembelian saham PT Garuda Indonesia itu, merupakan strategi KPK untuk menjerat pemilik PT Permai Grup, Anas Urbaningrum.
"Harus diketahui bahwa karena kooporasi dimiliki Anas. Minimal Anas tidak bisa lepas tangan dari persoalan ini. Aset bisa berpindah tangan, hanya bisa dari rapat pemegang saham. Sampai hari ini kami katakan dia (Nazar) bukan pemilik Permai Grup," tegasnya.
Rufinus menyatakan bahwa KPK sah-sah saja menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka pidana pencucian uang atas pembelian saham PT Garuda Indonesia. Namun, ia berharap KPK bisa membuktikan sangkaan itu di pengadilan.
Keuntungan Permai Grup dari hasil fee pemenangan proyek-proyek pemerintah, tutur dia, memang digelontorkan untuk pemenangan Anas dalam pemilihan ketua umum dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung, Jawa Barat, Mei 2010 lalu. "Aliran dana itu jelas ke Anas. Cash flow itu semua untuk kemenangan Anas," tandasnya.
Pihak Menikmati
Sedangkan Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Susanto menyatakan bahwa penggunaan pasal-pasal dalam UU Nomor 8/2010 tentang TPPU untuk menjerat M Nazaruddin, diyakini bakal menyeret tersangka lainnya. Bahkan, pihak-pihak yang menikmati aliran uang itu bisa terseret hingga ke pengadilan.
“Ada keunggulan UU TPPU dibanding UU Pemberantasan Korupsi. Perbedaan penting antara UU Tipikor dengan UU TPPU, kalau korupsi yang dijerat adalah pelakunya saja. Tetapi dengan menerapkan UU TPPU, maka mereka yang menikmati aliran dana hasil kejahatan itu akan terjerat juga, baik sebagai pelaku pasif maupun sebagai fasilitator," jelasnya dalam pesan singkat yang diterima wartawan. .
Namun, lanjut Agus, dirinya dalam kasus Nazaruddin ini tidak mau mendahului penyidik KPK. "Nanti akan terlihat terang berdasarkan proses penyelidikan dan penyidikannya. Terlepas dari apa yang dilakukan KPK, penggunaan UU TPPU patut diapresiasikan, karena sebuah terobosan baru dalam pemberantasan korupsi," tandasnya.
Seperti diketahui, dalam persidangan kasus suap Wisma Atlet dengan terdakwa M Nazaruddin berulang kali terungkap adanya aliran dana ke sejumlah politisi. Angelina Sondakh (Partai Demokrat) dan I Wayan Koster (PDIP) disebut mendapat aliran sebesar Rp 5 miliar yang diantarkan oleh sopir Permai Grup, Lutfi Ardiansyah.
Sedangkan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum diduga mendapat aliran dana sebesar Rp30 miliar dan 5 juta dolar AS. Dana sebesar itu diduga digunakan untuk pemenangannya sebagai ketua umum dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung, Jawa Barat, Mei 2010 lalu.(dbs/spr/biz/)
|