JAKARTA, Berita HUKUM - Hampir setiap tahun Indonesia melakukan importasi garam dari berbagai negara, tidak lebih dari 500 ribu ton didatangkan untuk memenuhi pasokan dalam negeri.
Anggota Komisi IV DPR RI Ma’mur Hasanuddin mengatakan, seharusnya produksi garam konsumsi maupun industri dikelola oleh industri dalam negeri. Artinya, alih teknologi beserta tata kelolanya seharusnya sudah berlangsung di Tanah Air.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat importasi garam masih berlangsung ke dalam negeri sepanjang triwulan I-2013. Tercatat impor garam sebesar 465.000 ton atau senilai 21,5 juta dolar AS.
Khusus garam industri memang Indonesia saat ini masih 100 persen bergantung kepada impor karena belum bisa diproduksi di dalam negeri, kata Ma’mur dalam menanggapi fenomena importasi garam di Jakarta, Jumat (3/5).
Ia menjelaskan, usaha sinergis perlu dilakukan antara dunia usaha, petani garam maupun pemerintah untuk menekan importasi garam ini. Sesungguhnya importasi garam tidak akan mendorong usaha petani garam lokal berkembang, karena pemerintah tidak memberikan insentif pengelolaan dan pemberdayaan sejak lama.
Alih teknologi dan tata kelola garam harus digarap dengan serius, dari mulai pemetaan daerah (mapping teritory) potensial hingga inventarisasi sumber daya pendukung baik teknologi maupun manusianya.
Selain itu diperlukan kerja sama dan koordinasi intensif dari berbagai pemangku kepentingan, kementerian maupun lembaga yang berkaitan dengan produksi garam. Sehingga diharapkan produksi garam dan serapannya dapat dioptimalkan oleh pasar dalam negeri. Di sisi lain pelibatan petani wajib dilakukan untuk mendorong pemberdayaan dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan surplus garam nasional sebanyak 1,6 juta ton. Namun, Indonesia tetap mengimpor 500 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Surplus yang ada tidak sebanding dengan tingkat kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia, Kementerian KP harus memiliki terobosan dan langkah-langkah strategis untuk memecah stagnasi produksi garam nasional saat ini.
“Singapura saja dengan bentang pantai yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan Indonesia dapat melakukan importasi garam ke Indonesia, karena mereka melakukan beragam terobosan teknologi dalam produksi garam industri. Dari negara tetangga itu tercatat ada enam ton garam atau senilai 52.000 dolar AS, tentu saja situasi ini menjadi sebuah ironi di negeri dengan bentang pantai terluas di ASEAN,” ungkap Ma’mur.
Januari 2013, impor garam terjadi sebesar 156 ribu ton atau 7,7 juta dolar AS. Kemudian pada Februari impor meningkat menjadi 192 ribu ton atau 7,9 juta dolar AS dan Maret sebesar 116 ribu ton atau 5,9 juta dolar AS. Impor terbesar dilakukan dari Australia. Di mana dari negeri Kangguru tersebut garam diimpor sebanyak 370 ribu ton atau 17,3 juta dolar AS.(rm/ipb/bhc/opn) |