JAKARTA, Berita HUKUM - Koalisasi Anti Utang (KAU) menyambut baik Surat Edaran Surat Edaran (SE) Nomor: SE–592/Seskab/XI/2012 tentang Pembatasan Pinjaman Luar Negeri yang Membebani APBN/APBD tanggal 1 November 2012, dan menuntut pihak terkait melakukan evaluasi atas semua pinjaman luar negeri yang diterima oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian (K/L), BUMN dan Pemerintah Daerah.
“Surat Edaran Seskab harus ditindaklanjuti dengan melakukan evaluasi dan mendorong audit secara komprehensif semua pinjaman luar negeri yang diterima oleh Kementerian/Lembaga, BUMN, dan Pemerintah Daerah,” kata Ketua KAU Dani Setiawan dan Program Officer Sekretariat Nasional Koalisi Anti Utang (KAU) Yuyun Harmono dalam siaran persnya di Jakarta, Jumat (2/11).
Koalisi Anti Utang menilai SE-592 menunjukkan kekeliruan strategi pembiayaan dari utang luar negeri (ULN), yang menyebabkan beban besar dalam APBN dan APBD. Apalagi utang luar negeri kerap menimbulkan biaya ekonomi yang sangat besar dari pembayaran fee (commitment fee, up-front fee, management fee, dll) di luar pembayaran bunga, menyuburkan praktik korupsi, dan pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal dan dominasi asing dalam perekonomian nasional selama ini.
“Surat Edaran Seskab harus berdampak pada diubahnya strategi penyusunan APBN (termasuk APBN 2013), dengan menghentikan praktik ketergantungan terhadap pembiayaan utang luar negeri dan/atau surat berharga negara yang jumlahnya terus meningkat secara signifikan,” harap Dani Setiawan.
Koalisi Anti Utang juga menuntut Pemerintah juga mengkoreksi strategi Net Negatif Flow (pembayaran utang lebih besar dari penarikan utang baru), yang dinilai tidak lebih sebagai praktik pengurasan sumber-sumber keuangan dalam negeri untuk kepentingan investor/kreditor asing. Sebaliknya pemerintah didesak untuk menempuh strategi penghapusan utang dengan belajar dari pengalaman negara-negara lain.
Hindari Rezim Hutang Luar Negeri
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam pada tanggal 1 November telah menerbitkan Surat Edaran Nomor: : SE–592/Seskab/XI/2012 tentang Pembatasan Pinjaman Luar Negeri yang Membebani APBN/APBD . Surat Edaran ini ditujukan kepada para Menteri dan Anggota Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Kementerian.
“SE-592 ini untuk mengingatkan para menteri dan Pimpinan LPNK untuk meninggalkan rezim utang luar negeri karena bagaimanapun utang luar negeri harus dibayar melalui anggaran negara, baik APBN/APBD, yang artinya juga harus dibayar oleh rakyat,” kata Dipo Alam kepada wartawan di kantor Sekretariat Kabinet (Setkab), Jakarta, Kamis (1/11) siang.
Dengan terus membaiknya perekonomian nasional dan meningkatnya peran kemampuan pendanaan oleh BUMN dan swasta di dalam negeri dalam berinvestasi, lanjut Seskab, sebaiknya usulan-usulan proyek yang menggunakan pembiayaan dari pinjaman luar negeri perlu dikaji kembali. Dengan demikian, pemikiran klasik membangun dengan ‘rezim hutang luar negeri’ seyogyanya terus dibatasi, bahkan sedapat mungkin dihindari.
Seskab mengingatkan bahwa dalam proyek utang luar negeri termasuk proyek-proyek yang menggunakan model hibah, tidak ada lagi ‘Santa Claus’ yang murah hati. ”Jangan kita percaya pada ‘Santa Claus’ itu yang akhirnya merongrong kapital kita dan hanya menjadikan kita obyek penelitian tapi kita tidak memiliki. Kita harus memiliki dan memberdayakan masyarakat sekitarnya, dengan base community development.(skb/bhc/rby). |