JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Menyikapi pernyataan Wakil Menteri Kesehatan tentang pembayaran iuran jaminan kesehatan sebesar 5% perbulan (pengusaha=3% dan buruh=2%) dan kategori penerima bantuan iuran (PBI) yang belum jelas, dengan ini Komiite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) menyatakan menolak pembayaran iuran jaminan kesehatan 2% oleh buruh dari total 5%, hal ini dikatakan Sekjen KAJS, Said Iqbal, dalam keterangannya yang dibagikan kepada awak media Senin (9/7).
Lebih lanjut Iqbal menegaskan bahwa penolakan tersebut diadasrkan atas alasan, selama ini iuran Jaminan Kesehatan (Jamsostek / Asuransi Kesehatan Swasta) dibayar semuanya oleh pengusaha yaitu 3% untuk pekerja lajang dan 6% untuk pekerja berkeluarga dengan pelayanan rumah sakit klas dua dan termasuk cuci darah, HIV/Aids, kanker ditanggung biayanya.
“Iuran pengusaha 3% adalah tidak adil karena selama ini pengusaha sudah bayar 6% (untuk pekerja yang berkeluarga) tapi kenapa tiba-tiba iuran pengusaha diturunkan menjadi 3% dan kekurangannya buruh disuruh menambah 2%, ini kan aneh,”jelas Iqbal.
Selama ini sesungguhnya buruh sudah mengiur karena bayar iuran 3% dan 6% tersebut adalah termasuk perhitungan gaji buruh/labour cost di slip gaji buruh dan di jamsostek tercatat sebagai account individual buruh dan melalui pengusaha hanya numpang lewat pembayaran saja, jadi tidak benar kalau buruh tidak bayar iuran.
KAJS berpendapat bahwa dengan iuran yang selama ini ada sudah cukup, kenapa buruh harus menambah iuran? Ini berarti akal-akalan pemerintah untuk mengumpulkan uang masyarakat dan mengurangi tanggung jawab pemerintah kepada rakyat.
Tentang PBI, KAJS berpendapat bahwa yang berhak menerima PBI adalah masyarakat yang mempunyai upah minimum (UMK) atau kurang sesuai dengan UU No. 23/2011 Tentang fakir miskin (bukan definisi fakir miskin menurut BPS) dan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Oleh karena itu KAJS akan melakukan aksi penolakan pada 12 Juli jam 13.30-18.00 Wib di kantor Kemenkes dengan jumlah massa 5000 orang. (bhc/rat)
|