JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Tim penuntut umum menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan lima terdakwa perkara tewasnya nasabah Citibank, Irzen Octa. Keberatan yang disampaikan kuasa penasehat hukum pihak terdakwa itu, dianggap telah masuk dalam pokok perkara.
Demikian pernyataan JPU Nirwan Nawawi dalam menanggapi eksepsi yang disampaikannya dalam persidangan perkara tersebut yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (8/11). Sebaliknya, surat dakwaan yang dibutanya tersebut telah disusun secara jelas, lengkap dan akurat.
Sebelumnya, terdakwa yang merupakan debt collector Citibank itu terancam hukuman 12 tahun penjara. Mereka adalah Boy Yanto Tambunan, Humisar Silalahi, Arief Lukman, Henry Waslinton dan Donald Harris Bakara. Para terdakwa ini dinilai merampas kemerdekaan yang menyebabkan kematian korban Irzen Okta.
Menurut Nirwan, penyebab kematian Irzen Octa dapat dilihat berdasarkan hasil visum. Untuk lebih memperkuat lagi, hasil visum itu diperkuat dengan keterangan saksi ahli mengenai hasil pemeriksaan tim medis tersebut.
Selain itu, eksepsi terdakwa yang menyebutkan jaksa di bawah tekanan media massa, dibantah tim JPU. Menurut dia, hasil penyidikan, pratuntutan dan penuntutan dilakukan telah menemukan unsur pidana. "Untuk pemeriksaan perkara ini untuk dilanjutkan kepada pemeriksaan materi perkara,” jelas jaksa Nirwan.
Usai pembacaan tanggapan atas eksepsi yang disampaik JPU tersebut, majelis hakim yang diketuai majelis hakim Subyantoro menunda persidangan tersebut hingga Rabu (16/11) mendatang. Agenda persidangan mendatang akan mendengarkan pembacaan putusan sela yang disampaikan majelis hakim.
Dalam dakwaan sebelumnya, JPU menyebutkan bahwa peristiwa itu berawal saat korban Irzen Okta mendatangi kantor Citibank Gedung Menara Jamsostek pada 29 Maret 2011. Kedatangan Irzen Okta untuk menemui Boy Tambunan. Korban datang untuk menyelesaikan tunggakan sekaligus komplain atas meningkatnya jumlah tanggihan kartu kreditnya itu.
Lalu, Boy meminta terdakwa Arief Lukman yang bersama Henry Waslinton dan Donalda Harris Bakara menemui Irzen Okta di Ruang Cleo. Ketiganya mengintimidasi Irzen dengan memukul-mukul meja dan menunjukkan jari ke arah korban agar melunasi hutang sebesar Rp 100.515.663. Korban dipaksa untuk membayar serta melunasi tunggakan hutang kartu seluruhnya yang ternyata bukan 10%, sebagaimana dijanjikan sebelumnya.
Korban meminta izin untuk keluar dari ruangan itu. Namun dicegah terdakwa. Perbuatan terdakwa ini telah dengan sengaja merampas kemerdekaan korban Irzen Okta dengan cara melarang keluar ruangan. Irzen Okta mengeluh sakit kepala sampai akhirnya jatuh ke lantai dan meninggal dunia.
Atas perbuatannya itu, para terdakwa dijerat melanggar pasal 333 (3) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Para pelaku telah dengan sengaja merampas kemerdekaan, sehingga mengakibatkan kematian seseorang. Mereka pun terancam hukuman 12 tahun penjara.(tnc/bie)
|