JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Tim jaksa penuntut umum menolak keberatan terdakwa Muhammad Nazaruddin dan tim kuasa hukumnya yang menganggap surat dakwaan tidak sah, karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum pernah melakukan penyidikan (pemeriksaan) terhadap mantan bendahara umum DPP Partai Demokrat atas apa yang disangkakan.
Demikian JPU Edi Rukamto dalam tanggapannya atas nota keberatan (eksepsi) terdakwa Nazaruddin yang dibacakannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (14/12). Sebelumnya, terdakwa Nazaruddin dalam eksepsinya menyatakan bahwa dirinya tidak pernah dimintai keterangan oleh tim penyidik. Sangkaan terhadap dirinya pun dinilai tidak tepat dan melanggar ketentuan KUHAP.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Darmawatiningsih tersebut, tim penuntut umum menyebutkan, pihaknya sudah melakukan penyidikan dan pemeriksaan terdakwa sesuai KUHAP, namun terdakwa saat itu ketika masih menjadi tersangka menolak menjawab pertanyaan penyidik.
Padahal, dalam empat kali pemeriksaan terhadap Nazaruddin, yakni pada 14, 18, dan 25 Agustus serta 12 Oktober tersangka telah diberitahukan tindak pidana yang disangkakan. Ia pun akan diperiksa sebagai tersangka dugaan penerimaan uang dalam pembangunan wisma atlet SEA Games XXVI/2011.
Menurut JPU, dalam pemeriksaan 14 Agustus, terdakwa Nazaruddin minta pemeriksaan dihentikan dan dilanjutkan pada waktu yang lain, karena dirinya merasa lelah. Lalu, pada pemeriksaan 18 Agustus, lagi-lagi dia tidak bersedia memberikan keterangan.
“Terdakwa saat itu menyatakan dirinya merasa tidak tahu apa-apa. Saat pemeriksaan tersebut, terdakwa didampingi penasihat hukumnya, yakni OC. Kaligis dan Dea Tungga Esti. Kami memiliki bukti atas sikap terdakwa itu, saat menjalani pemeriksaan tim penyidik KPK,” imbuhnya jaksa.
Selanjutnya, pada pemeriksaan 25 Agustus pun, terdakwa Nazaruddin menyatakan bahwa dirinya tidak mengerti karena mengaku lupa semua. Bahkan, dia menyatakan merasa tertekan dan terindimidasi. Saat itu, terdakwa didampingi kuasa hukum Alfian Bondjol dan Rocky Kawilarang," jelas jaksa Edy Rukamto.
Kemudian dalam pemeriksaan 12 Oktober, ketika penyidikan menanyakan apakah Nazaruddin benar sebagai anggota DPR RI, ia kembali menolak diperiksa dengan alasan masih merasa terintimidasi dan tertekan. Nazaruddin juga sempat diperdengarkan barang bukti rekaman percakapan telepon terkait dengan perkara tindak pidana yang disangkakan.
"Namun tersangka menyatakan saya tidak mengenal pembicaraan yang saya dengar tersebut. Jadi tidak benar jika tersangka tidak pernah diperiksa dan kasus yang disangkakan. Penyidik KPK telah memenuhi kewajibannya untuk menanyakan tentang tindak pidana yang disangkakan, namun tersangka tidak bersedia untuk menjawab atau dilakukan pemeriksaan. Terdakwa tidak menggunakan haknya untuk melakukan pembelaan," jelas penuntut umum.
Atas dasar itu, tim JPU diketuai Edy Rakamto pada pokoknya meminta majelis hakim untuk menolak seluruh keberatan terdakwa Nazaruddin dan tim kuasa hukumnya. Alasannya, surat dakwaan sah serta diuraikan dengan jelas, akurat dan rinci sehingga proses pemeriksaan di persidangan harus tetap dilanjutkan.
Ketika dimintai tanggapannya atas penjelasan JPU itu, terdakwa Nazaruddin bersikukuh tidak pernah diperiksa dan ditanyai oleh penyidik soal menerima suap Rp 4,6 miliar dari PT Duta Graha Indonesia (DGI). "Saya tidak pernah diberitahu dan ditanyakan hal-hal terkait apa yang disangkakan kepada saya. Saya sampai sekarang tidak pernah diperlihatkan dana-dana yang disangkakan kepada saya," ujar dia.
Nazaruddin pun menyatakan bahwa dia sama sekali tidak tahu apa isi surat dakwaan JPU. Dia tetap menegaskan bahwa pertemuan yang dilakukan dengan orang-orang yang disebut dalam surat dakwaan adalah membicarakan soal Hambalang, bukan pembangunan wisma atlet.
Atas sikap tersebut, majelis hakim akan menjatuhkan putusan sela perkara ini dalam persidangan Rabu (21/12) pekan depan. "Majelis hakim pada gilirannya nanti akan menjatuhkan putusan sela terhadap perkara ini," kata hakim ketua Dharwatiningsih sambil menutup siang.(inc/spr)
|