JAKARTA, Berita HUKUM - Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla, menilai seorang pemimpin negara memiliki batas dalam mengurusi partai politik. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lanjut Kalla, harus memberikan contoh kepada bawahannya bahwa menjadi pelayan publik berarti loyalitas parpol harus ditanggalkan.
"Ada adagium bahwa jika sudah memimpin negara, maka loyalitas partainya harus berakhir. Jika masih memimpin negara, maka dia tidak boleh mementingkan partai daripada negara," kata Kalla di Universitas Indonesia, Depok, Sabtu (9/2/). Kalla menambahkan, adagium tersebut adalah untuk menghindari polemik yang timbul di publik jika Presiden lebih mementingkan partai.
Bila timbul polemik publik, maka hal itu menurutnya akan membuat jalan pemerintahan menjadi tidak sehat. Perhatian pada rakyat tetap harus jadi prioritas utama. "Biasanya dulu waktu zaman kami, ada kesepakatan kalau urusan parpol boleh diurus malam-malam saja. Kalau siang tidak boleh urus partai, apalagi siang dan malam," tutur mantan Wakil Presiden pada periode pertama SBY menjadi Presiden ini.
Namun, Kalla meyakini Presiden SBY dapat membagi tugas. Pasalnya, Presiden telah mengetahui peraturan yang melarang pemimpin negara lebih aktif di dunia parpolnya. Belum lagi, Presiden SBY juga yang pernah melarang menteri di kabinetnya aktif mengurus partai politik. "Beliau kan sudah memberi peringatan kepada Menteri (untuk tidak aktif di parpolnya). Beliau akan (menjadi) yang pertama taat (pada larangan itu)," ujar Kalla.
Seperti diberitakan, Presiden SBY terlihat lebih mengurusi Partai Demokrat daripada persoalan rakyat, setidaknya sepekan terakhir. Bahkan dari luar negeri, konferensi pers pun digelar dengan porsi besar untuk partainya. Belum lagi dari depan Kabah, pesan singkat yang dikirimkan Presiden ke Tanah Air juga ditujukan kepada para petinggi partainya.
Puncaknya, Jumat (8/2), SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat memutuskan mengambil alih kendali penataan dan konsolidasi partai itu. Seluruh jajaran partai bertanggung jawab langsung kepada Majelis Tinggi. Anas Urbaningrum—meski tidak dicopot dari kursi Ketua Umum dan Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat— diminta untuk fokus pada dugaan keterlibatannya dalam kasus di KPK.
Sementara, Ketua Komite Doktor Honoris Causa (Dr HC) Universitas Indonesia (UI) Prof Dr H Ichramsjah A Rahman menilai Jusuf Kalla mempunyai prestasi yang luar biasa dalam kepemimpinan dan pantas mendapatkan gelar doktor kehormatan dalam bidang kepemimpinan.
"Dia merupakan sosok yang telah berjasa bagi bangsa dan negara," kata Ichramsjah usai menghadiri penganugerahan gelar Dr HC kepada Jusuf Kalla, di Gedung Rektorat UI Depok, Jabar, Sabtu.
Menurut dia pihaknya telah memantau kegiatan Jusuf Kalla dalam memimpin dan juga pengabdiannya kepada masyarakat, bangsa dan negara.(Pal/kps/ant/bhc/sya) |