JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Pemaparan Menteri Lingkungan Hidup (MLH), Balthasar Kambuaya mengenai rendahnya kesadaran para pengusaha tambang dan hutan akan kelestarian lingkungan. Mendapat tanggapan serius dari Direktur Jaringan Hijau Mandiri (JHM), Panisean Nasoetion.
Panisean menyatakan, pihaknya sungguh prihatin dengan hasil Proper tersebut, karena hanya 10 persen saja perusahaan yang peduli lingkungan. Dan sisanya masuk klasifikasi merah dan hitam.
Dimana klasifikasi merah yang berarti kurang kesadaran akan lingkungan, dan klasifikasi hitam yang sama sekali tak ada kesadaran bahkan melanggar aturan.
Menurut Panisean, meski orientasi perusahaan adalah untuk mencari keuntungan yang setinggi-tingginya. Bukan berarti masalah kelestarian lingkungan diabaikan. “Perusahaan seharusnya berpikir bahwa dengan rusaknya lingkungan akan dapat menjadi bumerang bagi kelanjutan perusahaan itu sendiri, baik berupa pencemaran tanah, air dan udara, bahkan bencana ekologis yang lebih dahyat,” ujarnya saat dihubungi BeritaHUKUM.com, Sabtu (20/5).
Lebih lanjut, Panisean menjelaskan, hal ini diakibatkan karena mudahnya pemberian izin usaha dan lemahnya pengawasan dari Pemerintah. “Mudahnya pemberian izin usaha, lemahnya pengawasan, serta rendahnya kesadaran dan komitmen perusahaan terhadap lingkungan bisa jadi menjadi penyebab utama buruknya kinerja perusahaan-perusahaan tersebut,” ungkapnya.
Untuk itu, diperlukan penegakkan hukum lingkungan yang tegas dengan memberikan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. " perlu penegakkan hukum lingkungan yang tegas dengan memberikan sanksi terhadap perusahaan2 jorok tersebut. Bila perlu Pemerintah harus mencabut ijin perusahaan2 tersebut,” imbuh Panisean.
Seperti diberitakan sebelumnya, hampir seluruh perusahaan di Indonesia, yang bergerak di bidang hutan dan tambang tidak ramah lingkungan. Hal itu berdasarkan proper KLH pada tahun 2011, dimana 1200 perusahaan yang diperiksa KLH, ternyata hampir seluruhnya masuk kategori merah dan hitam.(bhc/biz)
|