Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
White Crime    
Reklamasi Pantai
Istana Undang Aguan yang Dicekal Masalah Hukum Kasus Suap Reklamasi
2016-09-26 05:53:24
 

Dicegah KPK ke Luar Negeri, Aguan Diundang Jokowi ke Istana.(Foto: Istimewa)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Kehadiran big bos Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan di Istana Kepresidenan Republik Indonesia atas undangan Presiden Joko Widodo mengindikasikan Istana telah dikuasai cukong dan taipan. Pasalnya, Aguan telah dicekal KPK.

Pendapat itu disampaikan pengamat politik Muslim Arbi kepada intelijen Jumat (23/9) lalu. "Seharusnya KPK segera menjadikan Aguan tersangka. Ini justru Aguan hadir di Istana. Ini menunjukkan kepada publik bahwa Aguan punya pengaruh di Istana," tegas Muslim Arbi.

Menurut Muslim, jika orang-orang bermasalah justru diberikan "karpet merah", secara politik bisa dikatakan Istana sudah jatuh. "Istana seharusnya steril dari orang-orang yang bermasalah secara hukum. Kalau orang bermasalah hukum masuk Istana, secara politik sudah jatuh Istana-nya," jelas Muslim.

Muslim mengaku pesimis penegakan hukum bisa maksimal jika Istana dikuasai para taipan dan cukong. "Rakyat semakin tak percaya pada penegakan hukum di Indonesia. KPK yang diharapkan memberantas korupsi justru jadi alat penguasa," papar Muslim.

Aguan bertemu Jokowi di Istana Negara untuk membahas amnesti pajak (tax amnesty). Kedatangan big bos PT Agung Sedayu Group itu bersama-sama dengan sejumlah pengusaha besar lainnya. Sederet pengusaha yang ikut hadir di antaranya, Aburizal Bakrie, Surya Paloh, Arifin Panigoro, Raam Punjabi, Hary Tanoesoedibjo dan Oesman Sapta.

Sedangkan, KPK angkat bicara soal pertemuan tersebut yang disebut tidak akan berpengaruh pada penanganan kasus. Sejauh ini, Aguan memang berstatus sebagai saksi perkara suap pembahasan rancangan peraturan daerah mengenai reklamasi Teluk Jakarta di KPK. Aguan pun masih dalam status cegah bepergian ke luar negeri.

"Asas praduga risk bersalah itu supreme, sebelum diperoleh bukti yang solid dan meyakinkan, minimal 3 alat bukti, orang tidak boleh dihalang-halangi melaksanakan haknya. Jadi kehadiran seseorang di manapun itu hak yang bersangkutan sesuai Undang-undang. Tidak ada kaitan dengan status yang bersangkutan di KPK yang masih dicekal, itu sesuatu yang berbeda. Apalagi kalau kehadiran yang bersangkutan ada hubungannya dengan pembinaan wajib pajak yang dilakukan pemerintah, urusan pemerintah untuk membina wajib pajak yang sejak negara ini merdeka tidak pernah ditata dengan prinsip-prinsip universal," ucap Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Minggu (25/9).

Secara terpisah, Plt Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati menyebut bahwa kedatangan Aguan ke Istana tidak berpengaruh pada penanganan kasus di KPK. Yuyuk menegaskan bahwa tidak ada intervensi dari Istana.

"Tidak ada pengaruhnya buat KPK, pengembangan kasus reklamasi masih belum selesai. Masih ada fakta persidangan maupun bukti lain yang bisa didalami, kalau melakukan proses hukum KPK kan independen, tidak ada intevensi dari Istana sekalipun," ucapnya.

Seperti diketahui, KPK telah mencekal Aguan sejak 1 April 2016. Pencegahan itu dilakukan untuk kepentingan penyidikan KPK dalam kasus skandal pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Sementara, Mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mendesak KPK berlaku adil dalam penanganan kasus.

Pasalnya, KPK dinilai tak maksimal menuntaskan kasus-kasus besar.

"Bagaimana itu Century, kemana itu BLBI, Hambalang, Reklamasi, Sumber Waras? KPK tidak juga mengurus. Yang (Rp) 100 juta diurus yang miliaran, triliunan dibiarkan," kata Din, di Muhammadiyah Surakarta, Sabtu (24/9).

Dibanding dengan kasus dugaan korupsi yang disebutnya, ia menilai KPK saat ini justru lebih getol memburu kasus dugaan korupsi yang hanya bernilai ratusan juta. Seperti terjadi pada Ketua DPD RI, Irman Gusman yang ditetapkan tersangka oleh KPK beberapa waktu lalu, karena diduga menerima suap untuk memuluskan kuota impor gula senilai Rp 100 juta.

"Saya tidak bermaksud membela Irman, saya hanya mengkritik KPK dalam penegakan hukum memberantas korupsi hendaklah secara berkeadilan, jadi kepada siapa pun tidak tebang pilih," tuturnya.(KbrNet/Intelijen/icl/teropongsenayan/beritaislam24h/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Reklamasi Pantai
 
  Tanggapi LBH, Pemprov DKI Pastikan Reklamasi Sudah Dihentikan
  Diskusi Publik: Menyoal Kejahatan Korporasi terhadap Reklamasi Teluk Jakarta
  NSEAS Bakal Gelar Diskusi Publik Menyoal Kejahatan Korporasi Terhadap Reklamasi Teluk Jakarta
  Hentikan Semua Reklamasi Teluk Jakarta, Gubernur Anies Cabut Izin Prinsip 13 Pulau
  Setelah Ahok, Polisi Akan Periksa Djarot Terkait Kasus Proyek Reklamasi
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2