JAKARTA, Berita HUKUM - Menyambut Hari Buruh 2013, Komite Aksi Perempuan pun mencatat. Di sepanjang tahun ini, banyak peristiwa hitam yang terjadi pada buruh perempuan di Indonesia.
Buruh perempuan mengalami diskriminasi dalam pekerjaannya, mendapatkan perlakuan kekerasan seksual yang berakibat secara psikis, juga berakibat pada pemiskinan perempuan. Komite Aksi Perempuan mendata kasus-kasus ini sebagai “Catatan Hitam Buruh Perempuan di Indonesia” pada pers conpress di LBH Jakarta Pusat.
Sejumlah kasus menimpa buruh perempuan, antaral ain: ada kasus Omih, seorang buruh perempuan di Tangerang yang harus dipenjara karena mempertahankan haknya dalam bekerja. Omih, kemudian juga harus kehilangan anaknya karena perjuangannya dalam mempertahankan haknya bekerja.
Kasus kekerasan lain juga menimpa seorang jurnalis, Nurmala Sari Wahyuni di Kalimantan yang mendapat kekerasan dari orang tak dikenal ketika melakukan peliputan. Nurmala kemudian harus kehilangan bayi yang dikandungnya.
Kasus lainnya menimpa Satinah, perempuan buruh migran asal Ungaran, Jawa Tengah yang akan dieksekusi pancung. Hal ini terjadi karena Pemerintah RI tidak melakukan advokasi pada Satinah. Kasus Satinah juga menambah data 420 buruh migran yang terancam hukuman mati dan 99 lainnya yang sudah dieksekusi.
Sejumlah buruh migran perempuan lainnya yang bekerja di luar negeri juga menjadi korban perdagangan manusia.
Sejumlah kasus lain menimpa buruh perempuan yang memperjuangkan kesejahteraan dan aktivitasnya memperjuangkan Serikat Pekerja. Kasus yang menimpa Sri, seorang buruh di Cakung, Jakarta Utara menunjukkan hal ini.
Kasus lain menimpa Yohana Sudarsono, seorang guru di Stella Maris Serpong, Tangerang yang dipecat karena aktivitasnya di Serikat Pekerja.
Kasus lainnya juga menimpa Luviana, jurnalis perempuan di Metro TV. Para buruh perempuan ini tidak hanya kehilangan pekerjaanya, namun juga tidak diupah dan kehilangan akses sebagai pencari nafkah keluarga.
Di dalam organisasi, para buruh perempuan sangat minim mendapatkan posisi di dalam organisasi Serikat Pekerja. Mereka umumnya tidak diberikan kesempatan sebagai pemimpin. Di kalangan media, juga tak banyak pemimpin perempuan. Hanya sekitar 5% jurnalis perempuan yang menjadi pemimpin di medianya.
Secara umum, para buruh perempuan juga mengalami diskriminasi dalam penerimaan upah, asuransi dan fasilitas kerja. Semua kasus ini menandakan bahwa buruh perempuan telah mengalami kekerasan, diskriminasi dan mengalami upaya-upaya pemiskinan.
Hal ini terjadi karena pengusaha/majikan tidak memberikan perlindungan pada para buruh perempuan ketika mereka bekerja, sedangkan pemerintah melakukan pembiaran terhadap pengusaha yang telah melakukan kekerasan, diskriminasi yang berakibat pada pemiskinan terhadap buruh perempuan.
Padahal beberapa landasan hukum untuk jaminan diskriminasi dan tindakan kekerasan seksual sudah diratifikasi dan dikeluarkan negara, antara lian:
1. Undang-Undang Nomor 7/Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Tentang Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan (CEDAW).
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Ratifikasi Anti Penyiksaan dan Perlakuan atau penghukuman kejam, tidak manusiawi dan bermartabat.
3. Undang-Undang Nomor 24/Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
4. Undang-Undang Nomor 21/Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang.
5. Undang-Undang Tenaga ketenagakerjaan 13/2003.
6. Undang-Undang Serikat Pekerja 21/2000.
Untuk itu, Komite Aksi Perempuan mengeluarkan catatan bagi buruh perempuan di tahun 2013 di Hari Buruh ini sebagai “Catatan Hitam Buruh Perempuan di Indonesia”. Kami juga menandai bahwa Catatan buruh perempuan ini muncul sebagai keprihatinan tentang minimnya catatan tentang buruh perempuan di tengah hingar-bingarnya sejumlah persoalan yang menimpa buruh pada umumnya di Indonesia.
Selain mengeluarkan Catatan Hitam Buruh Perempuan, Komite Aksi Perempuan juga mengeluarkan Catatan Tahunan Buruh Perempuan yang akan dikeluarkan setiap Hari Buruh Internasional.
Selanjutnya, di hari Buruh Internasional (May Day), Komite Aksi Perempuan yang terdiri dari organisasi buruh, organisasi perempuan, organisasi mahasiswa, hukum, organisasi anak dan sejumlah organisasi masyarakat sipil lain akan melakukan aksi pada: Rabu, 1 Mei 2013 jam 08:00 Wib yang bertempat di Bundaran Hotel Indonesia.
Kami akan membawa Instalasi Besar berupa: Buku Hitam yang merupakan representasi Catatan Hitam Buruh Perempuan Indonesia dan akan diserahkan pada presiden di istana negara.
Atas semua kekerasan, diskriminasi dan pemiskinan perempuan ini, kami Komite Aksi Perempuan menyatakan sikap:
1. Menuntut Pengusaha/Majikan memberikan perlindungan kerja terhadap para buruh perempuan. Tidak adanya perlindungan kerja mengakibatkan para buruh perempuan mengalami diskriminasi, kekerasan dan pemiskinan.
2. Menuntut Pengusaha/Majikan melakukan komitmen sesuai dengan Undang-Undang, Ratifikasi yang menjamin tidak adanya diskriminas dan kekerasan seksul.
3. Menuntut Pemerintah agar tidak membiarkan pelanggaran-pelanggaran, kekerasan, diskriminasi terjadi pada buruh perempuan.
4. Menuntut Pemerintah menegakkan semua Undang-Undang dan ratifikasi yang terimplementasi dalam gerakan non-diskriminasi dan non kekerasan terhadap buruh perempuan.(bhc/put) |