 Menko Kesra, Agung Laksono,Mendikbud, M. Nuh, Meneg PP,Linda Amalia Sari, Menpora, A. Mallarangeng, Menag, Suryadharma dan Ketua IKraR, Sujana Royat, usai peluncuran IKraR di Jakarta, Rabu, (21/3/2012). (Foto: BeritaHUKUM.com/boy) |
JAKARTA. (BeritaHUKUM.com) -- Akhirnya, Indonesia memiliki tingkat ukuran kesejahteraan. Acuan itu dinamakan Indeks Kesejahteraan Rakyat atau IKraR. Melalui IKraR, Indonesia tidak perlu lagi mengadopsi metode pengukuran luar negeri yang biasa digunakan.
"Metode pengukuran dari luar negeri yang kerap kita gunakan itu, belum cukup menggambarkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan kondisi dan realitas ke-Indonesiaan," tegas Menko Kesra, Agung Laksono, Rabu (21/3), usai peluncuran IKraR, yang dihadiri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, M. Nuh, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari, Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng, serta Menteri Agama, Suryadharma Ali.
Menurut Agung, IKraR dihitung dengan menggunakan tiga dimensi, yaitu Keadilan Sosial, Keadilan Ekonomi, dan Keadilan Demokrasi yang di dalamnya terdapat 22 indikator sesuai dengan dimensi masing-masing. Meski begitu, belum ada indeks pasti untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat.
"Apakah 80 persen, 100 persen, atau juga 60 persen sudah menggambarkan kesejahteraan rakyat. Begitu pula dengan indeks tiap provinsi. Namun, yang pasti, Indonesia tidak harus selalu mengacu pada indeks buatan negara lain," ujarnya.
Karena itu, sebagai pilot project, Pemerintah memilih 10 propinsi dan 30 kabupaten yang akan diukur pada tahun 2013.
Agung pun berharap, perumusan IKraR ini dapat membantu pemerintah mengukur tingkat kesejahteraan. Pada 2014, pemerintah menargetkan kemiskinan turun menjadi 8-10 persen, sedangkan target MDG's sebesar 7,5 persen pada 2015.
Proses Perumusan IKraR
Menurut Deputi Kemenkokesra Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Sujana Royat, IKraR dirumuskan sejak tahun 2010.
Sejumlah kerangka perumusan didapatkan melalui rangkaian diskusi dengan para ahli, pemangku kepentingan, simulasi dan konsultasi public di tingkat daerah dan nasional.
“Tujuan perumusan IKraR melalui rangkaian diskusi dan simulasi diupayakan agar timbulnya sejumlah gagasan dan memperbaiki rumusan yang sebelumnya hadir. Simulasi pun diupayakan yang berguna untuk menyempurnakan draft yang dihasilkan,” ungkap Sujana Royat yang juga merupakan Ketua Umum IKraR.
IKraR memiliki beberapa batasan. Dari sisi sektoral adalah terpenuhinya hak dasar individu, misalnya terpenuhinya hak pangan dan sandang. Ditinjau sisi holistic adalah pemenuhan hak dasar komunitas, yaitu terpenuhinya hak atas air bersih. Batasan terakhir adalah terpenuhinya kebutuhan dasar atas kehidupan masyarakat yang berdaulat sejak lahir hingga akhir hayat. (boy)
|