JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Indonesia harus melakukan sesuatu secara aktif dan nyata terhadap krisis isu pangan yang saat ini melanda dunia. Untuk itu, bukan hanya berjaga-jaga dan mengantisipasi, tetapi Indonesia harus sangat aktif untuk melakuan apa yang bisa dilakukan di negeri ini untuk mengadapi situasi krisis pangan.
“Sudah tahu dunianya seperti ini, sudah tahu masalah pangan menjadi masalah yang menantang, lantas kita tidak berbuat, diam atau pasif, maka tentu kita keliru dan kita akan merugi sendiri,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutannya saat menyerahkan Penghargaan Ketahanan Pangan Adhikarya Pangan Nusantara 2011 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (6/12).
Dunia sekarang ini, imbuh dia, sering aneh dan tidak adil. Indonesia bisa menjadi korban. Tidak tahu-menahu, pada 2008-2009 ekonomi Indonesia ikut diguncang. Padahal, sumbernya dari Amerika Serikat. “Ini menunjukan dunia memiliki perilaku yang aneh, kadang-kadang tidak terduga-duga, krisis bisa datang, dan kalau kita tidak melakukan sesuatu maka kita sekali lagi bisa menjadi korban,” Presiden SBY menambahkan.
Presiden SBY mengingatkan ada dua kewajiban Indonesia jika dikaitakan dengan krisis pangan. Pertama yang harus dilakukan adalah bersama negara lain harus bekerjasama untuk menyelamatkan pangan dunia. Harus memberi makan pada 7 miliar manusia yang terus berkembang. Kedua, Indonesia sendiri harus dan wajib meningkatkan ketahanan pangan untuk rakyatnya.
Yang menjadi prioritas, tambah Presiden SBY adalah menyediakan pangan di negeri sendiri untuk rakyat Indonesia yang saat ini berjumlah 240 juta jiwa. Beberapa cara yang harus ditempuh adalah dengan meningkatkan produksi pangan yang jika dapat dijaga dan ditingkatkan akan menuju ketahan pangan.
Selain produksi pangan, harga pangan juga harus diperhatikan. “Ini juga dipengaruhi harga pangan dunia. Oleh karena itu kita juga wajib dengan sekuat tenaga menjaga stabilitas harga pangan. Agar terjangkau harganya oleh masyarakat tapi penghasilan petani tidak boleh diabaikan. Penghasilan petani harus meningkat” tandas Presiden SBY.
Tiga Syarat
Pada bagian lain, Presiden SBY menyatakan bahwa badan PBB untuk urusan pangan FAO (Food and Agricultural Organization) memberikan tiga syarat, jika pangan dunia ingin aman dimasa mendatang. Pertama, ekonomi harus tetap tumbuh. Kedua, pertanian juga harus tumbuh. Ketiga, penduduk harus dikendalikan.
Presiden SBY mengingatkan, agar tidak meremehkan program Keluarga Berencana sebagai salah satu cara untuk mengendalikan jumlah penduduk. “Ini tanggung jawab kita untuk anak dan cucu kita. Dan ini sudah menjadi tiga besar solusi untuk urusan pangan pada tingkat dunia,” ujar SBY.
Pada tingkat ASEAN, APEC, dan G20 yang juga sering bertemu, Presiden SBY yang mewakili rakyat Indonesia selalu mengangkat isu pangan dan kerja sama tentang pangan. SBY menginginkan kerja sama dalam bidang pangan terus ditingkatkan, misalnya dalam produksi dan perdagangan beras agar kawasan Asia Tenggara terus menjadi lumbung padi dunia.
Pada tingkat nasional dan daerah, Presiden SBY mengharapkan, agar ketahan pangan makin meningkat, dan lahan harus tersedia. “Jangan sampai semua beralih fungsi,. Tadinya pertanian ganti ke fungsi yang lain. Harus kita kontrol dan kendalikan,” Presiden SBY menegaskan.
“Boleh lahannya tidak berkembang, tetapi produktivitasnya yang tadinya misalnya 1 hektar menghasilkan 3 ton, naik menjadi 5 ton. Itu dengan penelitian, pengembangan dan inovasi, benih dan bibit yang bagus, distribusi yang baik, infrastruktur atau pengairan yang makin lengkap, pupuk, lawan hama, kemudian kemampuan teknis para petani, manajeman usaha tani dan sebagainya,” imbuh SBY.(pgi/wmr)
|