SAMARINDA, Berita HUKUM - Kasus korupsi divestasi saham PT KPC senilai Rp 576 miliar yang menyeret Awang Farouk Ishak yang kini menjabat sebagai Gubernur Kaltim sebagai tersangka, mendapat sorotan Indonesia Coruption Watch (ICW). ICW mendesak KPK mengambilalih kasus itu.
"Ada 2 syarat pengambilalihan kasus oleh KPK. Pertama, kasus telah menjadi perhatian publik, kedua penanganan yang berlarut-larut. Tidak ada alasan lagi (KPK tidak mengambil alih kasus tersebut)," kata Koordinator ICW Danang Widoyoko dalam perbincangan bersama wartawan di Samarinda, Kalimantan Timur, Senin (1/4).
Danang mengatakan, Jampidsus yang saat ini tengah menangani kasus Awang, juga perlu dievaluasi oleh Jaksa Agung. Mengingat, kasus ini patut diduga persoalannya terletak pada penyidik kejaksaan.
"Jaksa Agung perlu mengevaluasi Jampidsus. Ini ada yang aneh. Perlu ada kepastian hukum terkait kasus itu," ujar Danang.
Masih menurut Danang, ICW bersama dengan pegiat antikorupsi dari Kalimantan Timur, pernah menyampaikan penanganan kasus Awang Farouk ke Presiden SBY beberapa waktu lalu. Namun hingga saat ini, kasus itu tidak kunjung terselesaikan.
"Sudah kita sampaikan ke Presiden SBY agar kasus ini dituntaskan. Tapi tidak selesai penanganannya," tutup Danang, seperti dikutip dari detik.com.
Kejagung menetapkan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak sebagai tersangka sejak 6 Juli 2010 lalu berdasarkan pernyataan Jampidsus M Amari, 9 Juli 2010 lalu. Awang diduga merugikan negara hingga Rp 576 miliar.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, persoalan ini bermula dari penjualan saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) milik Pemda Kutai Timur oleh PT Kutai Timur Energy, berdasarkan surat perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara nomor J2/Ji.D4/16/82 tanggal 8 April 1982 dan Frame Work Agreement tanggal 5 Agustus 2002 antara PT KPC dengan pemerintah.
Dalam hal ini KPC berkewajiban menjual sahamnya sebesar 18,6 persen kepada Pemda Kutai Timur. Kasus ini terjadi pada periode 2002 hingga 2008 semasa Awang Faroek menjabat Bupati Kutai Timur. Ia dijerat dengan dengan pasal 1 ayat (1), pasal 3 ayat (5), dan pasal 6 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara. Dugaan kerugian negara mencapai Rp 576 Miliar.
Dalam hal ini, Kejaksaan Agung telah menyurati Kajati Kaltim, namun tindak lanjut dari surat tersebut hingga kini juga tak jelas.
“Belum, belum ada,” ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Andhi Nirwanto kepada Wartawan, Rabu (23/1).
“Itu putusan lengkapnya belum ada itu, baru dapat petikan doang,” imbuh Andhi.(dbs/bhc/sya) |