JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Pemerintah didesak untuk lebih mengedepankan kepentingan kesejahteraan rakyat dalam pengelolaan sumber daya alam. Namun, yang lebih penting adalah mengambil jarak dari hegemoni perdagangan global yang lebih cenderung menguntungkan negara-negara maju. Hal ini perlu dilakukan, agar tidak terjadi bencana ekologi yang makin parah.
”Penyebab terjadinya bencana ekologis adalah rusaknya lingkungan oleh para pengusaha. Aktivitas mereka juga berkontribusi terhadap perubahan iklim yang ekstrim. Untuk itu, pemerintah harus sungguh-sungguh menata sistem pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, agar tidak semakin rusak dan hancur,” Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nahdian Forqan, seperti dikutip laman resminya, Kamis (20/10).
Hingga saat ini, jelas dia, tercatat 42,96 juta hektare atau setara 21 persen dari total luas daratan Indonesia, telah mendapat izin ekplorasi pertambangan. Sedangkan untuk perkebunan sawit dari rencana 26.710.800 hektare, telah teralisasi 9.091.277 juta hektare. Tercatat pula alih fungsi ekosistem rawa gambut seluas 3.145.182,20 hektare.
Tidak hanya itu saja, ungkap Nahdian, bahkan sungai-sungai kecil selain telah diubah menjadi areal kebun sawit telah pula ditimbun oleh perusahaan hingga tidak berfungsi. Selain itu, ekploitasi sumber daya alam dalam penataan proses produksinya.
Dari sekian banyak negara, Indonesia yang masih mengizinkan pembuangan limbah tailing ke laut. Di negara ini juga masih mengizinkan penggunaan parakuat sebagai zat pembunuh hama dan penyakit tanaman . ”Hanya Indonesia pula yang masih toleransi terhadap aktivitas penanaman di sempadan garis pantai dan sungai. Padahal, sudah ada Keppres Nomor 32/1999 tentang Sempadan Sungai, Danau dan Pantai,” tandas dia.
Ironinya lagi, Walhi meniliai bahwa UU Nomor 32/2009 yang seharusnya menjadi payung hukum aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan, sepertinya tidak bisa bergerak maju. Semua ini disebabkan pihak penguasa sengaja mengkerangkengnya dalam jeruji kekuasan. Apalagi hingga kini belum ada peraturan pemerintah yang menjadi turunan dari UU tersebut. (woi/biz)
|