IRAN, Berita HUKUM - Tokoh konservatif moderat, Hassan Rouhani, diumumkan sebagai pemenang pemilihan presiden di Iran. Kementerian Dalam Negeri menyatakan Rouhani meraih sekitar 18,5 juta suara, atau telah melewati 50% dari kartu suara, Sabtu (15/6).
Ini berarti tidak akan ada pemilihan presiden putaran kedua.
Para pejabat di kementerian ini mengatakan jumlah pemilih yang menggunakan hak suara tergolong tinggi, mencapai hampir 73%.
Panitia pemilihan di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) memperpanjang jam buka TPS untuk mengakomodasi besarnya antusiasme pemilih.
Hubungan dengan Barat
Menjelang pencoblosan pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyerukan rakyat menggunakan hak suara, meski ia tak sampai mengungkapkan siapa calon yang ia dukung.
Walikota Iran, Mohammad Baqar Qalibaf, berada di posisi kedua, tertinggal jauh dengan sekitar enam juta suara.
Rouhani akan menggantikan Mahmoud Ahmadinejad, yang sudah dua kali menjabat.
Enam calon yang berlaga di pilpres kali ini semuanya berasal dari kubu konservatif, setelah beberapa Klik tokoh reformis mundur.
Rouhani dalam kampanyenya antara lain menyerukan kebebasan media yang lebih besar dan hubungan yang lebih hangat dengan negara-negara Barat.
Sikap Rouhani ini, menurut para pengamat, membuatnya didukung kelompok reformis.
Kemenangan Rouhani adalah kejutan selamat datang bagi banyak reformis, yang putus asa untuk istirahat kembali ke arus utama politik Iran setelah delapan tahun presiden garis keras Ahmadinejad.
Meskipun hanya ulama di antara delapan kandidat didiamkan selama pemilihan, 65 tahun dipandang sebagai tokoh moderat pro-reformasi. Dia telah memposisikan dirinya sebagai tokoh menguntungkan keterbukaan politik moderat dan meningkatkan hubungan dengan barat.
Dia telah berjanji untuk menemukan jalan keluar dari kebuntuan atas program nuklir Iran yang memimpin barat untuk menjatuhkan sanksi keras. "Adalah baik untuk memiliki sentrifugal berjalan, disediakan kehidupan dan mata pencaharian masyarakat juga berjalan," kata Rouhani selama debat TV.
Rouhani menjabat sebagai kepala perunding nuklir di bawah mantan presiden Mohammad Khatami. Di bawah jam tangannya, Iran setuju untuk menghentikan pengayaan uranium dan lebih kooperatif dengan inspektur dari Organisasi Energi Atom Internasional.
Sebagai hasil awal diumumkan, beberapa analis menafsirkan kemungkinan kekalahan Saeed Jalili, perunding utama garis keras saat nuklir Iran, sebagai mosi tidak percaya dalam kebijakan nuklir rezim saat ini. Selama kampanye, Rouhani berulang kali mencatat bahwa pada dokumen nuklir Iran menonton nya tidak dirujuk ke Dewan Keamanan PBB dan tidak ada sanksi utama diberlakukan.(gdi/bbc/bhc/sya)
|