JAKARTA, Berita HUKUM - Pada laga Pemilihan Presiden yang baru digelar 9 Juli 2014 kemarin telah menuai berbagai polemik. Sebab, 'ulah' beberapa lembaga survei yang merilis hasil quick count atau hitung cepat antara satu sama lain Lembaga survei yang berbeda-beda hasilnya. Ada yang memenangkan pasangan Capres-Cawapres No urut 1 Prabowo Subianto - Hatta Rajasa dan ada pula survei yang memenangkan Capres Cawapres No urut 2 Joko Widodo - Jusuf Kalla. Hingga mengakibatkan kedua kubu saling mengklaim kemenangan, bahkan kubu Jokowi-JK langsung mendeklarasikan kemenangannya di tugu Proklamasi dan didilakukan pula deklarasi oleh kubu Prabowo-Hatta di Pos Pemenangannya.
Hasil Quick Count yang hanya dihitung mewakili sekitar 2.000 TPS dari 478.685 TPS seluruh Indonesia yang menjadi alat ukur dari 12 lembaga survei tersebut, yang hingga masing-masing memberikan hasil yang berbeda-beda, ada lembaga survey yang menyatakan pasangan Capres Prabowo lebih unggul dan ada lembaga survei yang menyatakan pasangan Jokowi lebih unggul.
Dalam kasus permasalahan tersebut, Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (PERSEPI) akhirnya berencana akan melakukan pemeriksaan, karena adanya perbedaan hasil Quick Count sejumlah lembaga survei yang patut di selidiki dan di pertanyakan.
"Lembaga survei sama seperti asosiasi yang lain, ada dewan etiknya. Kalau ada kesalahan yang dilakukan, pertama-tama yang akan mengetahui adalah Dewan Etik," papar Djayadi Hanan, selaku peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), saat memberikan keterangan Pers yang bertajuk; 'Lembaga-Lembaga Penyelenggara Quick Count Pilpres 2014' di Hotel Atlet Century, Jakarta Pusat, Kamis (10/8).
Semalam (9/7), lanjutnya, sudah jelas bahwa PERSEPI akan memanggil semua Lembaga Survei yang melakukan hitung cepat Pilpres 2014, namun, pengecualian bagi lembaga survei Litbang Kompas, karena diluar wilayah kewenangan PERSEPI, Lembaga survei secara keseluruhan yang merilis akan diperiksa oleh dewan Etik.
Djayadi menambahkan, Lembaga-lembaga survei itu nanti akan membuka data-data forensik, sumber keuangan dan lain sebagainya di depan dewan Etik. Dewan Etik juga akan bersidang untuk menentukan kesalahan etik yang dilakukan dalam setiap survei.
"Nanti akan diputuskan apakah melanggar etik atau tidak, soal hasil perhitungannya yang membuat publik resah. Nanti hasilnya tinggal publik yang melakukan hukuman, karena sejauh ini yang ada hanya sanksi moral dari publik jika lembaga survei melakukan kesalahan, dan untuk undang-undang yang mengatur hukuman pidana belum ada, kalaupun ada aturan itu nanti akan menimbulkan polemik," tandasnya.
Djayadi menambahkan, nantinya PERSEPSI akan mengaudit tentang bagaimana sempelnya, bagaimana tim metologi, teknologi apa yang dipakai, dan apakah survey itu dilaksanakan. Terkait waktu pemanggilan, dia belum mengetahui secara pasti. Dari 4 lembaga survey yang memenangkan Prabowo-Hatta dalam quick count, dua diantaranya menjadi anggota PERSEPI, yakni Jaringan Suara Indonesia (JSI) dan Pusat Kajian Pengembangan dan Kajian Strategis (Puskaptis).
“Harusnya mulai hari ini, tapi kami belum tahu pasti jadwalnya,” imbuhnya.
Djayadi mengatakan, ada dua kemungkinan perbedaan hasil quick count 12 lembaga survey tersebut. Yakni, sampel yang salah atau ada niat manipulasi data. Nantinya hal itu akan diputuskan dewan etik.
“Kalau di kalangan kita apakah itu ada kesalahan metologi nanti tergantung pada dewan etik,” jelasnya, (bhc/bar). |