JAKARTA, Berita HUKUM - Kenaikan harga minyak mentah yang biasanya diikuti oleh kenaikan harga bahan baku plastik, petrokimia, dikhawatirkan akan menekan omzet industri kemasan pada kuartal I/2013.
Direktur Pengembangan Bisnis Indonesia Packaging Federation (IPF) Ariana Susanti mengatakan kenaikan harga bahan baku otomatis akan menaikan harga barang sehingga permintaan dikhawatirkan turun.
"Harga minyak mentah sangat mempemgaruhi industri karena 53% produk kemasan berbahan plastik. Sementara 40% kebutuhan petrokimia masih impor," ujarnya, Minggu (3/2).
"Awal tahun ini kita melihat harga minyak naik tidak seperti biasanya. Kalau masih terus meningkat, kemungkinan produk juga naik," tambahnya.
Menurut catatan, harga minyak mentah di Amerika Serikat selama Januari tercatat naik US$ 5 per barel. Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret, berada pada level US$ 97,49 per barel.
Sementara di London, minyak mentah Brent North Sea untuk penyerahan Maret naik 55 sen per barel menjadi 115,55 dolar AS.
Padahal, tanpa kenaikan harga minyak, industri kemasan sudah cukup tertekan oleh iklim industri yang kurang menunjang pada awal tahun ini.
Ariana menaksir omzet kemasan pada kuartal I stagnan atau sama dengan raihan omzet kuartal I tahun sebelumnya sekitar Rp 10 triliun. Mandeknya pertumbuhan industri disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya cuaca buruk, kenaikan upah, dan tarif dasar listrik.
"Banjir yang kemarin bisa berdampak terhadap penurunan omzet sekitar 10% pada Januari, ditambah kenaikan tarif dasar listrik dan upah, saya rasa kuartal I ini stagnan," katanya, seperti yang dikutip dari bisnis.com, pada Minggu (3/2).
Walau tertekan, Ariana berharap industri kemasan masih tumbuh setidaknya 10% menyusul peningkatan konsumsi pada masa kampanye politik jelang pemilihan umum presiden 2014.(arh/bsn/bhc/rby) |