JAKARTA, Berita HUKUM - Komisi Yudisial menerima laporan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Pemilu dan Peradilan atas hakim yang bertugas di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta yang meloloskan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) sebagai peserta Pemilu 2014, Kamis (4/4). Laporan ini terkait adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam penanganan perkara tersebut.
Gabungan LSM yang terdiri dari Indonesia Legal Roundtable (ILR), Indonesian Parliamentery Center, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) KRHN dan Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta KY segera mengusut dugaan pelanggaran KEPPH tersebut. Menurut DIrektur Deputi Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Fery Jurnaidi, ada lima pelanggaran putusan hakim PT TUN yang telah meloloskan PKPI dan telah melanggar UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
“Kejanggalan pertama, dalam memutus permohonan ini Hakim PT TUN menggunakan dasar hukum yang parsial, terutama dalam melihat keterkaitan antara UU No. 8 Tahun 2012 dengan UU No. 15 Tahun 2011,” kata Fery di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta Pusat.
Kedua, terkait limitasi waktu pengajuan gugatan ke PTTUN. Fery menambahkan, majelis hakim diduga memutus di luar kewenangannya, yakni melakukan pengujian terhadap Pasal 269 ayat 1 UU No. 8 tahun 2012 yang menegaskan bahwa gugatan itu dilakukan dalam waktu tiga hari. Sedangkan PKPI baru mengajukan gugatan ke PT TUN Jakarta satu setengah bulan kemudian.
"Dalam gugatan hanya boleh diajukan tiga hari ditambah tiga hari lagi. Namun, PKPI baru mengajukan gugatan 1,5 bulan setelah rekomendasi Bawaslu," ujarnya.
Selain itu menurut Fery, Majelis Hakim seharusnya menguji keputusan yang dibuat oleh KPU dan Bawaslu, bukan malahan mengadili KPU. Lebih lanjut, keputusan Majelis Hakim yang memastikan bahwa KPU telah melakukan pelanggaran kode etik karena tidak menjalankan rekomendasi Bawaslu dalam menengahi sengketa antara KPU dan PKPI adalah salah. Pasalnya, keputusan Bawaslu ini tidak bersifat final dan mengikat. Kejanggalan putusan terakhir adalah keputusan Majelis Hakim tidak mendengarkan keterangan para pihak secara seimbang dan menutup upaya kasasi untuk KPU.
Menanggapi laporan pengaduan tersebut, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Suparman Marzuki didampingi Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar menegaskan bahwa KY akan menindaklanjuti laporan tersebut.
Terlebih, Koalisi Pemantau Pemilu dan Peradilan sudah melakukan eksaminasi putusan yang melibatkan dua ahli Tata Negara seperti Saldi Isra dan Riawan Tjandra dari Universitas Atmajaya Yogyakarta.
"Saya paham dan mengerti ada indikasi kuat ke arah itu. Namun, terlebih dahulu kami akan mendalami dokumen – dokumen untuk menentukan apakah memang benar ada pelanggaran kode etik atau tidak yang dilakukan majelis hakim yang bersangkutan. Tolong disertakan pula hasil eksaminasi putusan tersebut,” tegas mantan Direktur PUSHAM-UII Yogyakarta.(kus/fes/ky/bhc/rby) |