JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Majelis hakim yang diketuai Amron Sodik akhirnya mengabulkan permintaan Amar Adullah untuk menjalani pengobatan intensif atas matanya yang terancam buta. Terdakwa perkara dugaan perbuatan tidak menyenangkan ini pun ditangguhkan penahanannya.
Penetapan tersebut disampaikan hakim ketua Amron Sodik dalam pembacaan putusan sela perkara tersebut di pengadilan Negerai (PN) Jakarta Timur, Kamis (19/1). Mendengar penetapan ini, terdakwa Amar terlihat haru dengan mengangkat kedua tangannya tanda syukur atas dikabulkannya permohonan yang dilayangkan melalui kuasa hukumnya tersebut.
“Majelis menetapkan untuk mengabulkan permohonan terdakwa untuk dapat berobat, mengalihkan penahanan dari rutan menjadi tahanan rumah, memerintahkan terdakwa untuk hadir dalam setiap persidangan dan memerintahkan penuntut umum melaksanakan dan menghormati putusan ini," kata hakim ketua, Amron Sodik,
Meski permohonannya dikabulkan, majelis hakim menolak nota pembelaan (eksepsi) terdakwa Amar Abdullah. Sebaliknya, dakwaan penuntut umum diterima dan sidang perkara ini dilanjut. JPU pun diminta untuk menyiapkan para saksi untuk diperiksa di pengadilan. Majleis menetapkan sidang dilanjutkan pada kamis (26/1) mendatang.
Usai persidangan, kuasa hukum Amar Abdullah (38), Yuherman menyatakan bahwa putusan majelis hakim terhadap kliennya itu merupakan keputusan setengah hati. Pasalnya pihaknya telah beberapa kali mengajukan permohonan penanguhan penahan, tapi ditolak beberapa kali pula oleh majelsi hakim.
"Meski sedikit lega, tapi ini belum bisa dianggap suatu keadilan. Begiru pula dengan penangguhannya yang hanya tahanan rumah. Kalau mau ditangguhkan, sebaiknya ditangguhkan saja. Tapi ini malah jadi tahanan rumah. Penetapan ini masih setengah hati dan permohonan dikabulkan, juga karena ada desakan dari Komnas HAM,” jelas Yuherman.
Seperti diketahui, terdakwa Amar Abdullah menderita cidera berat di bagian mata kirinya. Indera penglihatannya itu terancam buka akibat dipukuli Fenly Merkurius. Sedangkan matanya kanannya sudah tidak buta, juga akibat pukuan pelaku. Beberapa kali Amar meminta izin majelis hakim untuk diberikan kesempatan berobat, tapi tak pernah dikabulkan.
Akhirnya kasus ini mendapat perhatian Komnas HAM dan mengujunginya di Rutan Cipinang. Setelah melihat dan berdialog langsung, Komnas HAM menyimpulkan bahwa sikap majelis hakim terindikasi melanggar HAM. Lembaga ini pun melaporkan sikap majelis hakim kepada Komisi Yudisial (KY).
Perkara ini sendiri, berawal saat Amar akan berangkat kerja melalui gang terdekat untuk mencapai jalan raya pada 11 Juli 2011 lalu. Amar yang harus melewati rumah Fenly, tiba-tiba anjing milik Fenly mengonggong. Amar yang kaget itu, secara refleks menendang pintu pagar rumah Fenly.
Fenly yang tak senang, keluar dan cekcok mulut dengan Amar. Selanjutnya, mereka terlibat baku hantam yang menciderai mata Amar. Fenly dipolisikan dan diadili hingga dinyatakan bersalah serta divonis 2,5 tahun penjara. Fenly melaporkan balik Amar atas tindakan perbuatan tidak menyenangkan dan Amar ditahan di Rutan Cipinang sejak 14 Desember 2011 lalu.(dbs/stt/wmr)
|