JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Sistem birokrasi yang buruk dan tidak sistematis penyebab minimnya kehadiran calon investor di bidang minyak dan gas bumi. Hal tersebut diungkapkan Wakil Menteri (Wamen) ESDM, Prof. Widjajono Partowidagdo melalui surat elektroniknya yang dikutip BeritaHUKUM.com, Rabu, (11/4).
Guna mengatasi sejumlah permasalahan yang terdapat di daerah operasi, yaitu pembebasan tanah, kehutanan, desentralisasi, koordinasi, perizinan dan birokrasi, Wamen ESDM menilai Indonesia memerlukan sistem yang dinamis dan transparan.
“Kualitas pelelangan dan informasi wilayah kerja tambang dan migas perlu ditingkatkan selain adanya koordinasi yang transparan dalam regulasi pada tingkat birokrasi. Pada system fiskal harus lebih menjamin keuntungan atau mengurangi resiko kontraktor sesuai hasil yang didapat,” papar Widjajono.
Menurutnya, sistem fiskal dalam migas perlu diseimbangkan sesuai hasil yang didapat dengan mengacu pada kesepakatan.
“Resiko dibidang migas itu besar. Oleh karenanya kesepakatan antara pemerintah dan kontraktor itu perlu disesuaikan. Jika hasil produksi yang didapat kontraktor sedikit maka bagian pemerintah pun harus disesuaikan. Pun begitu sebaliknya,”imbuhnya.
Hal lain yang perlu dilakukan adalah pinjaman dari bank nasional guna membiayai kegiatan produksi energi nasional dengan kehati-hatian. Perlu ditingkatkan partisipasi Indonesia untuk kegiatan migas Internasional.
Dry Hole
Terkait resiko dalam dunia migas, hingga dua tahun terakhir investasi hulu minyak dan gas (migas) di Indonesia 'menguap' sia-sia senilai US$ 1,24 miliar atau Rp 11,16 triliun. Menurut Kepala BP Migas, R.Priyono seluruh investasi tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor.
“Akibat dry hole, investasi dapat hilang begitu saja dan itu semua ditanggung oleh Investor. Karena cost recovery hanya akan dibayarkan pemerintah apabila lapangan migas sudah berproduksi,” papar Priyono.
Adapun kegiatan pengeboran sumur minyak yang ternyata tak menghasilkan apa-apa atau disebut dry hole, merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi yang tidak berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk dikembangkan.
BP Migas mencatat, di 2010 terdapat kejadian dry hole di 30 sumur dengan kehilangan investasi mencapai US$ 776 juta. Jumlah sumur dry hole mencapai penurunan sebesar 12 sumur dengan total investasi yang hilang mencapai US$ 461 juta pada tahun 2011. (bhc/boy)
|