Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Legislatif    
Anies Baswedan
HNW: Instruksi Mendagri Semestinya Bukan Politis Memberhentikan Kepala Daerah
2020-11-21 16:07:16
 

Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA.(Foto: Istimewa)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA menilai 'timing' munculnya instruksi Menteri Dalam Negeri No 6/2020, soal 'ancaman' pemberhentian kepala daerah dalam penegakan protokol kesehatan, terkesan tendensius dan politis.

Bahkan instruksi Mendagri itu melampaui kewenangannya. Dan berpotensi menjadi preseden yang mengancam kedaulatan rakyat dan prinsip negara hukum sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.

HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid menjelaskan, timing keluarnya instruksi berdekatan dengan momentum massa Habib Rizieq Shihab maupun Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, mengindikasikan kuatnya tendensi politis. Bahkan instruksi tersebut tak sekedar teguran soal kerumunan massa dikaitkan dengan ketaatan melaksanakan prokes terkait covid-19 semata.

"Sudah banyak kerumunan di berbagai provinsi terkait demonstrasi menolak RUU Omnibus Law Ciptakerja, pengajian/peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, apalagi terkait Pilkada baik pendaftaran maupun kampanye. Bawaslu malah mencatat adanya 1315 pelanggaran. Tapi tidak dari dulu instruksi Mendagri itu dikeluarkan, padahal masalahnya ada dan keperluannya juga ada," ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (20/11).

HNW menuturkan, Instruksi yang tidak memenuhi rasa keadilan apalagi ditambahi dengan ancaman yang tendensius, berpotensi menjadi preseden yang menghidupkan praktek otoritarianisme yang tidak sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat dan Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung keadilan.

"Ancaman pemberhentian kepala daerah melalui Instruksi Menteri, tak sesuai dengan ketentuan dasar dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan di tangan rakyat. Hal ini berimplikasi kepada hak rakyat yang secara langsung memilih pemimpinnya, baik presiden maupun kepala daerah (gubernur dan/atau walikota/bupati)," ujarnya.

HNW menjelaskan UU Pemerintah Daerah (UU Pemda) mengatur mengenai pemberhentian kepala daerah, tetapi prosesnya tidak bisa dilakukan secara semena-mena. Proses pemberhentian harus dilakukan dengan alasan yang jelas sesuai ketentuan tersebut.

"Menteri Dalam Negeri tidak bisa begitu saja melakukan ancaman pemberhentian kepala daerah. Ini bukan di era orde baru. Sekarang Kepala Daerah, termasuk Gubernur DKI, dipilih langsung oleh rakyat," ujarnya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengingatkan bahwa beberapa pasal dalam UU Pemda yang menjadi rujukan Instruksi Mendagri tersebut juga memberi persyaratan yang sangat ketat. Instruksi Menteri itu menjadi tendensius, karena tidak utuh merujuk kepada ayat-ayat UU Pemda secara komprehensif. Misalnya, seperti soal pemberhentian kepala daerah karena melanggar sumpah/janji jabatan dan tidak melaksanakan kewajiban mentaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana yang ditekankan dalam Instruksi Mendagri tersebut.

"Pemberhentian kepala daerah dengan dua alasan itu harus melewati proses di DPRD dan harus melalui putusan Mahkamah Agung. Syaratnya sangat ketat dan sesuai dengan prinsip negara hukum yang dijamin oleh Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945. Dan syarat itu hampir sama seperti bila melakukan impeachment Presiden," tambah politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Sayangnya, lanjut HNW, Instruksi Mendagri itu luput memasukan syarat pemberhentian yang sangat ketat dalam Pasal 80 UU Pemda itu ke dalam Instruksi Mendagri.

"Yang dikutip hanya ketentuan Pasal 78 UU Pemda, seharusnya dikutip juga Pasal 80 terkait syarat pemberhentian yang sangat ketat dan tidak boleh dilakukan secara semena-mena itu," ujarnya.

Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Jakarta II ini juga menyuarakan suara konstituennya di Jakarta yang menilai ada kesan bahwa Instruksi Mendagri itu hanya bersifat politis dan hanya menyasar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait penyelenggaraan kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW di kediaman Habib Rizieq Shihab. Ia meminta pemerintah perlu menghilangkan kesan tendensius yang timbul tersebut.

"Jangan sampai instruksi ini benar-benar jadi pintu politis nan tendensius, yang tak sesuai dengan prinsip Negara Hukum yang akui Kedaulatan Rakyat. Harusnya Instruksi itu, apalagi bila benar itu juga perintah dari Presiden Jokowi, semestinya yang menguatkan praktek negara hukum yang adil, serta negara demokrasi yang kuatkan kedaulatan Rakyat, juga menguatkan komitmen bersama untuk atasi darurat kesehatan nasional, pandemi covid-19. Bukan tendensius untuk memenuhi titipan kepentingan politik jangka pendek semata," tukasnya.

Meski begitu, HNW mengaku secara prinsip sepakat dengan Instruksi Mendagri untuk mengingatkan kembali pentingnya penegakan protokol kesehatan di semua daerah oleh semua kepala daerah. Namun, seharusnya instruksi tersebut juga didahului dengan adanya komitmen hadirnya keteladanan dari Presiden dan para Menteri berdisiplin tegakkan protokol kesehatan atasi covid-19.

"Dan tidak perlu disertai dengan ancaman pemberhentian yang malah membikin gaduh, pecah konsentrasi atasi covid-19, karenanya kontraproduktif, tendensius dan terkesan politis," pungkasnya.(MPR/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Anies Baswedan
 
  Anies Baswedan Dianugerahi Gelar Adat 'Tuan Penato Negarou' di Kabupaten Tubaba, Lampung
  Anies Baswedan vs Konglomerat Hitam
  Pak Anies Dicintai Rakyat, Apa Buktinya?
  Pak Anies Menang, Rakyat Senang
  Anies Hadir di Peresmian WHC NU, Warganet: Sejuk Lihat Pemimpin Berbaur dengan Ulama
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2