JAKARTA, Berita HUKUM - Kepala Greenpeace Indonesia Longgena Ginting kembali mengingatkan bahwa Indonesia sebagai pengeskpor terbesar batu bara di dunia, mengalahkan Australia yang sebelumnya merupakan pengekespor terbesar.
Sedangkan kandungan baturara kita hanyalah 3% dari cadangan dunia, artnya sangat sedikit. Dengan kecepatan ekspor saat ini (400 juta ton per tahun). Ini diperkirakan batu bara Indonesia akan habis dalam waktu yang tidak lama lagi, seperti juga halnya minyak.
Menurut Ginting, Devisa bagi negara dari sektor batu bara hanya sekitar 4 persen, bila dibanding kerusakan lingkungannnya (khususnya perubahan iklim) maka harga ini ditanggung oleh kekacauan iklim yang dialami oleh orang di seluruh dunia.
"Batubara sebagai bahan bakar telah digunakan, sejak berabad-abad yang lalu. Awalnya batubara mengubah sejarah dunia modern dengan mendorong Revolusi Industri di Inggris, sejak itu batubara tak berhenti mengubah wajah dunia dengan berbagai jejak kerusakan yang ditinggalkannya," kata Ginting kepada BeritaHUKUM.com, Senin (16/12) di Jakarta.
"Jelas jejak kerusakan akibat penambangan batu bara membahayakan," imbuh Ginting.
Dijelaskannya lagi bahwa sepanjang siklus pemanfaatan batubara menimbulkan kerusakan yang tak dapat diperbaiki pada bumi dan manusia di dalamnya. Siklus hidup batubara mulai dari bawah tanah hingga ke limbah beracun yang dihasilkannya, biasanya disebut sebagai rantai kepemilikan.
"Rantai kepemilikan ini memiliki tiga rantai utama, yakni penambangan, pembakaran, sampai ke pembuangan limbahnya. Setiap bagian dari rantai ini, menimbulkan daya rusak yang harus ditanggung bumi dan manusia didalamnya," ujar Ginting.
Selain itu penambangan batubara mengakibatkan meluasnya penggundulan hutan, erosi tanah, kehilangan sumber air, polusi udara, dan rusaknya keutuhan sosial masyarakat yang tinggal di dekat lokasi pertambangan.
"Jadi penambangan batubara secara besar-besaran mengikis habis tanah, menurunkan tingkat permukaan air, dan menghasilkan jutaan ton limbah beracun, serta menggusur masyarakat adat dari tempat hidupnya dari generasi ke generasi sepanjang puluhan tahun bahkan ratusan tahun," pungkas Ginting.(bhc/mdb) |