JAKARTA, Berita HUKUM - Pemberlakuan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dinilai hanya tempelan semata. Pasalnya, menurut Hakim Agung, Prof. DR. Topane Gayus Lumbuun, SH., MH maksudnya, Aparat penegak hukum tidak bisa menindak pencucian uang seorang Terdakwa jika Pidana awal belum ditemukan.
"Sehingga UU TPPU ini seperti ditempelkan saja. Kalau terdakwa punya harta banyak tapi tidak ditemukan pidana awalnya sehingga kekayaannya itu bisa disebut kejahatan, itu namanya kita sudah tidak adil," kata Gayus dalam diskusi di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (18/7).
Lebih lanjut Gayus menjelaskan, penerapan UU TPPU berbeda di setiap negara, dan oleh siapa diberikan hak ini. Karenanya, yang juga mantan Guru Besar Universitas Krisnadwipayana ini mempertanyakan, apakah UU TPPU bisa digunakan, jika pidana awalnya belum terbukti secara sah di pengadilan.
"Apakah negara kita betul memberikan kekuatan pada monokrasi? Kejahatan extraordinary crime memang perlu perlakuan khusus. Tapi kan tidak hanya pada penegak hukumnya saja, melainkan juga undang-undangnya," ujar dia.
Terkait dengan pembuktian terbalik, sambung Gayus, itu hanya bisa dilakukan pada sekian UU saja. Misalnya UU Tipikor dan UU TPPU. Jika memang pembuktian terbalik ini bermanfaat, maka seharusnya masuk ke dalam hukum acara, bukan hanya dilakukan di pengadilan.
Maksudnya pembuktian terbalik harusnya bisa digunakan sejak di level penyidikan. "Kalau memang ini bermanfaat, ya masuk di hukum acara, sehingga semua penegak hukum bisa menggunakan itu," tutup Gayus.(bhc/riz) |