JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Pada tahun 1930, seorang soekarno muda dengan lantang membacakan pledoi atas ketidakadilan dan kemerdekaan bangsa ini, hal yang sama ketika pada tanggal 17 mei tahun 1949 dibacakan proklamasi gubernur tentara ALRI IV pertahanan kalimantan untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini sampai tetes darah penghabisan.
Tetapi apa yang terjadi pada hari ini, ketidakadilan itu justru hadir dalam kehidupan berbangsa direpublik yang kita bangun dengan darah dan perjuangan yang sama. Makna kemerdekaan dan perjuangan kemerdekaan mulai direduksi dengan ketimpangan pembangunan disemua lini. Amanat Pembukaan UUD 45 dan pasal 33 tentang pembangunan dan kekayaan alam digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran bersama, direduksi maknanya menjadi pembangunan dan kemakmuran sentralisme pulau jawa.
Hari ini kita lihat bagaimana timpangnya pengelolaan energi dan SDA kita, ketika dibelahan lain pulau kalimantan tidak perlu antri dan langka dalam distribusi BBM, kalimantan justru sebaliknya, bahkan kita dijadikan kelinci percobaan pembatasan.
Pada tahun 2011, kuota BBM di Kalimantan justru mengalami penurunan, sementara pulau lain ditambah. Tahun 2011, Kalimantan memperoleh kuota 7, 19% namun 2012 turun 0,19% menjadi 7% dibagi untuk 4 provinsi pula. Sementara itu, Sumatera naik dari 24,2% menjadi 25%. Sulawesi juga begitu, dari 7, 09% menjadi 8%. Ketika kita perjuangkan keadilan itu, kita dianggap egois. Memang pada akhirnya kita dikasih permen lolipop agar tidak merengek, Kalimantan dijanjikan tambahan 5% dari jatah 2,5 juta kiloliter dalam APBN-P, angka 125 kl hrs dibagi 4 provinsi, 30 KL jika dibandingkan dengan Kouta Nasional sebesar 40 juta KL Amatlah kecil bagi daerah penghasil.
Padahal, lebih dari 73% produksi batubara di Kalsel dipasok untuk kebutuhan luar negeri, 27-29% sisanya untuk memasok kebutuhan energi dipulau Jawa. Tercatat pada tahun 2011 saja, ada 78 juta metrik ton yang keluar Kalimantan Selatan. Sebagai penghasil devisa, Kenyataannya, listrik selalu byarpet. Batubara kita dikirim untuk menerangi pulau Jawa, sementara Kalsel ada 162 desa yang belum teraliri listrik.
Sementara itu, royalti 13,5% yang seharusnya dikembalikan oleh pusat kepada daerah penghasil sebesar 80% daerah dan 20% pusat, justru diakali dengan mengangkangi amanat konstitusi tentang dana bagi hasil menjadi 80% pusat dan 20% daerah.
Logika apa yang ingin dibangun, ketika daerah penghasil SDA dikeruk perut buminya sementara setiap anak bangsa yang berdiri didalamnya harus merasakan sulitnya mendapat BBM, listrik yang byarpet dan infrastruktur pembangunan yang sangat jauh dibandingkan pulau Jawa karena kurangnya dana dan prioritas pembangunan yang tidak berpihak pada kita.
Untuk itu, hari ini sabtu (26/05) kami atas nama Forum Peduli Banua atas nama Rakyat Kalimantan melawan’, hari ini kami disadarkan, hari ini kami deklarasikan pernyataan sikap terhadap perlawanan ketidakadilan rakyat Kalimantan. Rakyat Kalimantan sudah cukup sabar untuk selalu di anaktirikan. Hari ini kami menggugat Pemerintah pusat dengan tuntutan sebagai berikut:
Keadilan pengelolaan sumber daya alam, diantaranya royalti pertambangan dan migas harus dikembalikan 80% untuk daerah. Termasuk dana bagi hasil perkebunan yang selama ini tidak kami nikmati. Dana reboisasi hutan yang telah digunduli pun raib entah kemana.
Siapkan kouta BBM yang mencukupi kebutuhan maksimal setiap rakyat yang membayar pajak untuk negara ini, tidak ada kelangkaan dan adil secara nasional, bukan pembatasan.
Merdeka dari krisis listrik, listrik yang menerangi setiap rumah dikalimantan, bukan hanya pulau Jawa dan Bali. Perioritas pembangunan infrastruktur dan konektivitas pembangunan. Hingga puluhan tahun Merdeka bahkan jalan utama penghubung antara Kalimantan justru tidak terealisasi, semua harus terhubung ke Jakarta. Kalimantan hanya punya satu jalan nasional, sungguh sebuah ironi diantara gedung pencakar langit jakarta dan jawa.
Kami menggugat dan mengingatkan kepada Pemerintah daerah agar tidak lalai dan bekerja maksimal dalam memperjuangkan segala kebutuhan rakyat Kalimantan, percayalah kami tidak akan lelah menyuarakan digarda terdepan untuk Kalimantan yang adil, setara dan bermartabat.
Aksi pada Sabtu (26/5) seperti yang dikutip dari jpnn, Deklarator Forum Peduli Banua (FPB) Kalsel, Berry Nahdian Furqon menyebutkan bahwa aksi blokade ini akan berlangsung sehari penuh. Warga sudah menyiapkan berbagai strategi agar tongkang pengangkut batubara tidak bisa keluar Kalimantan Selatan.
"Sungai sudah ditutup oleh warga dari berbagai elemen masyarakat, aktivis LSM, mahasiswa hingga politisi ikut dalam aksi ini. Ini bentuk pembangkangan karena kami menuntut keadilan," kata Berry.
Ratusan aparat juga disiagakan untuk menjaga keamanan agar tetap kondusif. FPB yang menggelar aksi ini sebelumnya memang memberitahukan secara resmi kepada Polda Kalsel tentang rencana mereka.
Sementara itu, Ketua Forum Peduli Banua, Gusti Nurpansyah mengatakan bahwa aksi satu hari ini hanya peringatan bahwa masyarakat Kalsel sangat serius menuntut keadilan.
"Ini aksi serius, warga Kalimantan sudah sangat lelah bersuara menuntut keadilan ekonomi," kata Nurpansyah.
Disebutkan juga, kuota tambahan 5 persen BBM yang disiapkan BPHMigas saat pertemuan dengan DPR lalu hanya akal-akalan pemerintah untuk meredam aksi massa.
"Dengan tambahan 5 persen itu, Kalimantan akan mendapatkan tambahan 30 ribu kiloliter. Dibagi untuk empat provinsi, cukup apa. Jika dibandingkan dengan konsumsi warga Jakarta, itu tak lebih 5 sampai 10 SPBU saja," kata Nurpansyah.
Selain aksi blokade, para aktivis juga membagi-bagikan selebaran kepada warga yang melintasi Jembatan Barito. (jpn/bhc/rt/rel)
|