JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Partai Golkar mendukung pemerintah untuk menaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Sikap ini ditunjukannya, menyusul hasil pertemuan dalam forum Sekretariat Gabungan Partai Politik Koalisi (Setgab) pada Minggu (4/2) malam kemarin.
"Partai Golkar menyerahkan (kenaikan harga BBM) kepada pemerintah. Tapi evaluasi harus dilakukan untuk nilai kenaikan yang tepat. Tapi apakah ada dengan cara-cara lain atau memang harus dengan cara menaikannya. Masalah ini juga sedang dievaluasi internal Golkar," kata Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR Setya Novanto kepada wartawan di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (5/3).
Jika hasil evaluasi pemerintah tetap menaikkan harga BBM, lanjut dia, maka Golkar tetap meminta subsidi itu dialihkan kepada masyarakat dalam bentuk infrastruktur gas, pedesaan, irigasi dan lain-lain terkait dengan pendidikan dan kesehatan. Dalam waktu dekat ini, pemerintah pun diharapkan sudah punya keputusan dengan opsi yang diberikan Golkar itu.
“Anggota Setgab memang mengkritik rencana kenaikan BBM itu. Semua kritikan itu pun sudah disampaikan dalam rapat Setgab. Anggota Setgeb telah menyerahkan segala keputusan itu kepada pemerintah atas rencana ini. Tapi beberapa anggota Setgab tetap melakukan evaluasi kenaikan BBM ini atau tidak," imbuhnya.
Dihubungi terpisah, Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo mengatakan, rencana kenaikan harga BBM tidak realistis. Apalagi hal itu dilakukan dengan tidak melihat dinamika yang terjadi di masyarakat. Terlebih lagi, tingkat kepercayaan rakyat dan legitimasi pada kepemimpinan SBY-Boediono kian merosot.
"Keputusan politik pembangunan pemerintah yang dilakukan atau akan dilakukan seperti rencana kenaikan BBM sangat tidak realistis kalau melihat kemampuan masyarakat pada umumnya yang tingkat kehidupannya sekarang serba kekurangan," jelas mantan Ketua FPDIP DPR ini.
Menurutnya, mencermati gelagat dan dinamika yang berkembang akhir-akhir ini di beberapa wilayah Indonesia, salah satunya penyebab masalah antara lain semakin menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. “Turunnya tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah pusat, akibat lambannya pengambilan keputusan atas masalah hajat hidup orang banyak,” tendasnya.(dbs/rob)
|