JAKARTA, Berita HUKUM - Forum Aktivis Muda Jakarta (FORMAJA) dengan Moderator Fernando menggelar diskusi terbuka yang bertajuk; Ketidakadilan Putusan Lembaga Peradilan Di Indonesia dengan Bedah Kasus Sengketa Lahan RS. Sumber Waras, acara digelar di Gedung Joeang, Jakarta Pusat, Jumat (2/9).
Selaku narasumber Uchok Sky Khadafi seorang pengamat anggaran politik yang kini menjabat direktur Center for Budget Analysis (CBA) menilai, pada kasus Sumber Waras yang digadang-gadang akan naik ke tingkat Mahkamah Agung (MA), "ada permasalahan besar yang timbul, bukan hanya masalah hukum. Namun juga masalah sosial, dan tentunya ini tidak jauh dengan kekuasaan," ujarnya, Jumat (2/9).
"Bisa bahaya ini, soalnya kalau menang nanti di tingkat Mahkamah Agung (MA) yang pengaduan pengggelapan, kok sebelumnya di Pegadilan Tinggi (PT) ternyata menang. Selebihnya ini merupakan awal dari konflik internal antara pak Wayan dengan Ibu Kartini," ujar Uchok.
"Soalnya, ketika dimasukan kasus ini ke KPK kan tidak didengar. Yakin ini bisa dibuka lagi dan harus melawan kekuasaan, kuat-kuatan saja nantinya," tegas Uchok, sebagai aktivis yang dikenal berani ini.
"Sampai sekarang ini, niat jahat-nya belum diketemukan. Pak Wayan ini terbilang sakti juga, biarpun sudah dijatuhi hukuman pengadilan. Karena pak Wayan ini gigih memperjuangkan demi yayasan Chandra Naya, yang dulunya bernama Si Ming Hui," ungkap Uchok.
Perlu digarisbawahi pula, menurut pandangan direktur CBA tersebut bahwa, apabila terjadi sengketa, dalam Perda tidak boleh sama sekali untuk dibeli Pemda. Karena dalam status sengketa. "Namun, nampaknya ini karena ada kongkalikong, dimana dari top DKI dan Yayasan ada transaksi Jual Beli. Lihat saja sampai sekarang ini, 'niat jahat'-nya belum diketemukan," ujar Uchok, yang penuh nada curiga.
Padahal dalam setiap audit BPK, jelas sekali menyatakan sebelumnya kalau dalam kasus Sumber Waras ini ada penyimpangannya. "Kenapa tidak mengadu ke Komisi Yudisial atau juga bisa ke Ombudsman. Dimana ada mallpraktek dan kesalahan administrasi," jelasnya.
"Pak Wayan dikalahkan lagi di Kasasi. Namun, pastinya akan ada kemungkinan. Kartini akan kapok ke KPK lagi nantinya," urainya mengatakan.
"Memang rezim Gubernur DKI di era Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ini, dimana selain masalah penggusuran, ketika zaman Soeharto dimana digusur untuk kepentingan umum. Berbeda sekali saat ini dimana untuk pengembang," cetusnya.
Sementara itu, Dr. Margarito Kamis selaku Ahli hukum tata negara Indonesia mengatakan, kasus Sumber Waras ini bila ditelisik lebih mendalam melalui segi hukum maupun politik, "secara hukum pak Wayan tidak bisa diklasifikasi menjadi proses penggelapan. Soalnya, kan sudah diserahkan sertifikat itu ke Kartini Mulyadi. Dimana 'penggelapan'nya, sebagian atau seluruhnya ada di orang lain," jelas Margarito, yang juga mantan staf khusus Menteri Sekretaris Negara tahun 2006 hingga 2007 itu.
Menurut Margarito, tindakan yang dikategorikan digelapkan, mestinya barangnya mesti dan atau bukan milik orang tersebut. Barang tersebut sudah diserahkan secara sah dan sesuai prosedur dalam hal ini ke Yayasan, Kartini Mulyadi.
"Malahan harusnya di PK, karena ada kekeliruan. Dimana tidak ada alasan lagi bahwa ini ada kekeliruan penafsiran. Jadi, tidak ada alasan MA, dimana mereka salah menafsirkan hukum. Semua sudah rapi, dimana dia peroleh sertifikat secara sah," tuturnya.
Dan I Wayan selaku ketua yayasan Candra Naya yang sah menjadi milik. Lalu dikembalikan secara sah juga. Bagaimana ini, saya tidak habis pikir, kalau persoalan ini menjadi sesuatu yang berkaitan dengan pidana pula?," ujarnya.
"Ditambah lagi tahun 2018 Hak Guna Bangunan (HGB) berakhir, dimana tanah tersebut berubah dan dikuasai negara. Kenapa mesti dibeli? Kalau mereka 'main gila' kan tidak perlu itu," jelas Margarito.(bh/mnd)
|