BANDUNG (BeritaHUKUM.com) - Energi terbarukan dinilai lebih menjamin ketahanan energi dan lebih sesuai dengan potensi lokal di tanah air. Selain ramah lingkungan, energi terbarukan lebih berkelanjutan dalam jangka panjang.
Sayangnya menurut anggota Dewan Energi Nasional, Prof. Mukhtasor, isu dan kemasan bisnis akan potensi energi laut masih terpinggirkan besaran nilai subsidi Bahan Bakar Minyak subsidi, yang kini sedang hangat diperbincangkan.
“Relatif tidak tergantung dengan fluktuasi saham minyak dunia. Prakteknya, selama ini energi terbarukan tidak mendapatkan prioritas, tidak mendapatkan subsidi yang sepadan dengan subsidi BBM,” kata Mukhtasor melalui Lokakarya Penguatan Regulasi dan Revitalisasi Energi Laut Nasional, Hotel Karang Setra, Bandung, Kamis (5/4/).
Terkait BBM yang mahal, nyatanya tetap menjadi pilihan yang diandalkan guna penyediaan listrik nasional oleh PLN. Gilirannya, kebutuhan subsidi energi makin membengkak karena impor BBM makin tinggi dan biaya produksi listrik mahal.
“Indonesia memiliki potensi energi laut secara praktis mencapai 49.000 MW, dari jenis energi arus laut, gelombang laut, dan panas laut. Studi kelayakan dan detil desain juga sudah dilaksanakan sejak 1980,” jelas Mukhtasor mengingatkan.
Dalam konteks penyediaan energi, ada dua solusi penting untuk persoalan ini.
Pertama, intensifikasi ekplorasi cadangan minyak baru dan peningkatan produksi minyak nasional;
dan kedua pengembangan energi alternatif dari jenis energi terbarukan, diantaranya tenaga air, panas bumi, bahan bakar nabati, energi biomassa, energi angin, energi surya dan energi laut. (bhc/boy)
|