JAKARTA, Berita HUKUM - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang dilaksanakan pada Kamis (11/10) ini memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 5,75%. Tingkat suku bunga tersebut dipandang masih konsisten dengan tekanan inflasi yang rendah dan terkendali sesuai dengan sasaran inflasi tahun 2012 dan 2013, yaitu 4,5% ± 1%.
Kepala Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI, Dody Budi Waluyo, dalam siaran persnya Kamis (11/10) siang menyebutkan, Rapat Dewan Gubernur memandang bahwa berbagai kebijakan yang dilakukan sebelumnya telah mendorong penurunan defisit transaksi berjalan. “Perekonomian domestik masih tumbuh cukup baik meskipun tidak setinggi prakiraan sebelumnya akibat berlanjutnya pelemahan perekonomian global,” katanya.
Kedepan, Bank Indonesia akan terus mengevaluasi dampak dari kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan dan apabila diperlukan akan mengambil langkah-langkah kebijakan lanjutan sesuai dengan dinamika perekonomian.
“Bank Indonesia juga akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dalam mengelola permintaan domestik dan perbaikan neraca pembayaran agar tetap sejalan dengan upaya menjaga kestabilan ekonomi makro dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional,” jelas Dody.
Menurut Dody, Dewan Gubernur menilai perekonomian domestik masih tumbuh cukup baik walaupun tidak setinggi prakiraan semula. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2012 diperkirakan sebesar 6,3%, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya akibat penurunan kinerja sektor eksternal,” ungkapnya.
Meskipun konsumsi dan investasi yang berorientasi permintaan domestik tetap tumbuh tinggi, menurut Dody, Dewan Gubernur BI menilai penurunan ekspor telah berdampak pada penurunan produksi dan investasi yang berorientasi ekspor.
Ke depan, pertumbuhan ekonomi masih akan ditopang oleh permintaan domestik yang cukup kuat dan potensi membaiknya ekspor meskipun masih dibayangi oleh ketidakpastian perekonomian global. Hal tersebut juga didukung oleh masih cukup kuatnya sumber pertumbuhan ekonomi daerah, khususnya di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Jawa.
“Dengan perkembangan tersebut, ekonomi Indonesia untuk keseluruhan tahun 2012 dan 2013 masing-masing diprakirakan tumbuh pada kisaran 6,1%-6,5% dan 6,3%-6,7%,” urai Dody.
Cadangan Devisa
Mengenai Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III-2012, menurut Kepala Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI Dody Budi Waluyo, Dewan Gubernur BI memperkirakan mengalami surplus akibat membaiknya transaksi berjalan dan lebih besarnya surplus pada transaksi modal dan finansial.
“Defisit transaksi berjalan pada triwulan III-2012 diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan II-2012. Hal itu terindikasi dari neraca perdagangan pada bulan Agustus 2012 yang tercatat mengalami surplus,” katanya.
Di sisi lain, surplus transaksi modal dan finansial diperkirakan meningkat seiring dengan aliran masuk modal portofolio yang cukup besar dan aliran masuk investasi langsung (FDI) yang tetap tinggi. “Dengan perkembangan tersebut, jumlah cadangan devisa pada akhir September 2012 meningkat dibandingkan posisi akhir bulan sebelumnya, yaitu mencapai 110,2 miliar dollar AS atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah,” tutur Dody.
RDG BI juga menilai, perkembangan nilai tukar Rupiah pada September 2012 bergerak sesuai kondisi pasar dengan intensitas depresiasi yang menurun. Hal ini sejalan dengan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia untuk melakukan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan tingkat fundamentalnya.
“Rupiah secara point-to-point melemah sebesar 0,37% (mtm) ke level Rp 9.570 per dolar AS atau secara rata-rata melemah 0,64% (mtm) menjadi Rp9.554 per dolar AS. Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah terutama berasal dari masih tingginya permintaan valuta asing untuk keperluan impor,” papar Dody.
Adapun menyangkut inflasi, RDG BI menilai adanya kecenderungan menurun dan terkendali pada level yang rendah. “Inflasi IHK pada bulan September 2012 tercatat 0,01% (mtm) sehingga secara tahunan sebesar 4,31% (yoy). Inflasi inti berada pada level yang rendah (4,12%, yoy) sejalan dengan permintaan yang mereda paska lebaran, koreksi harga komoditas global, serta ekspektasi yang terkendali,” ungkap Dody.(skb/bhc/rby) |