JAKARTA, Berita HUKUM - Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang menganut hirarki penegakan hukum ini, mulai dari Polisi, Jaksa, dan Hakim, juga perlu diperkuat bukan hanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diperkuat. Sedangkan ketiga lembaga penegakan hukum lainnya itu saat ini terkesan diabaikan.
Pasalnya menurut praktisi hukum dan pakar hukum pidana Dr. Djonggi M. Simorangkir,SH, MH menyikapi revisi UU KPK yang saat ini tengah ramai diperbincangkan, kalau ada upaya melemahkan KPK, itu bisa saja, bagi mereka-mereka yang terlibat korupsi,
"Kita lihat saja, siapa anggota salah satu lembaga yang paling banyak kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) atau yang diperiksa oleh KPK. Wajar saja, mereka dorong bagaimana caranya untuk melemahkan KPK," ujar Djonggi di Jakarta pada, Selasa (10/9).
Bila revisi memang untuk memperkuat KPK, menurut Djonggi juga harus diimbangi dengan penguatan institusi penegakan hukum lainnya. "Seharusnya pemerintah dan DPR yang punya kewenangan untuk merevisi UU KPK," ujarnya.
Menurut Pria Batak, kelahiran Medan pada 11 November 1957 ini, dalam sistem peradilan pidana Indonesia, tidak ada KPK pun tidak masalah. Artinya, tidak akan mengganggu sistem peradilan pidana.
"Intinya bagaimana memperkuat fungsi penyidik dari kepolisian yang berkualitas, demikian juga jaksa, dan hakim, agar hukum dapat ditegakkan. KPK boleh ada, namun harus diingat bahwa KPK bukan penuntut umum dan hakim," ucap Djonggi.
Lebih lanjut pasangan advokat senior Ida Rumindang Rajaguguk yang juga doktor hukum ini menegaskan, KPK itu setara dengan penyidik. "Indonesia tanpa KPK pasti masih bisa jalan. Tapi kalau Indonesia tanpa Polisi, Jaksa, dan Hakim, sudah pasti lumpuh," ucapnya.
Salah satu yang harus menjadi perhatian pemerintah adalah kesejahteraan para Jaksa dan Hakim. "Masak jaksa dan hakim di daerah, tempat tinggalnya ngontrak, ke kantor ada yang naik angkot, motor dan lainnya. Sudah gitu gajinya juga standar pegawai negeri dan tergolong minim," ucapnya prihatin.
Oleh sebab itu, jadi sulit diharapkan, Jaksa dan Hakim bisa benar-benar profesional bekerja, sementara untuk memenuhi kebutuhan hidup saja masih berat. "Di dunia ini, gaji Jaksa dan Hakim itu besar, mereka juga dapat fasilitas yang memadai," papar suami tercinta Rumindang Rajagukguk ini.
Karena itu, Djonggi meminta Presiden Joko Widodo benar-benar memperhatikan tingkat kesejahteraan para Jaksa dan Hakim. "Boleh saja KPK diperkuat, tapi dengan catatan negara ini sudah baik, dan Penegakan hukumnya berjalan sebagaimana mestinya," ungkapnya.
RUU KPK
Sementara itu, RUU KPK yang telah disepakati dalam sidang paripurna DPR itu telah dikirim ke Presiden Jokowi. Kemarin, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dipanggil Jokowi ke istana untuk mempelajari naskah RUU yang merupakan usulan DPR tersebut.
Yasonna mengatakan bahwa Jokowi memiliki beberapa perhatian dalam perubahan UU KPK ini. Namun, politikus PDI-Perjuangan itu enggan mengungkapkan fokus Jokowi merespons draf revisi UU KPK yang dikirim oleh DPR tersebut.
"Kami harus mempelajari dulu. Pokoknya ada concern ini harus dipelajari, hati-hati," tandasya seperti yang dikutip dari CNNIndonesia.com di Jakarta.(bh/ams) |