JAKARTA, Berita HUKUM - Tim gabungan beberapa elemen organisasi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) baik Prodem, Humanika, dan beberapa elemen aktivis mengadakan diskusi terbuka bersama dengan tema 'Grand Coruption Ahok & Para Kartelnya'. Dsikusi berupaya mencoba membahas dan eksplorasi lebih dalam untuk mengawal kasus korupsi yang sangat besar yang diduga kuat dilakukan Ahok serta sekaligus menyoroti kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia periode ke 4 tahun 2015-2019.
Dr. Margarito Kamis, selaku pengamat Hukum Tata Negara, menyampaikan bahwa, dalam hukum, khususnya tindak pidana korupsi, "saya tidak berani berspekulasi, bahwa KPK akan mengaburkan perihal Sumber Waras ini, sebaiknya minta orang KPK menjelaskan." ujarnya.
"Dan kita minta KPK untuk menjelaskan, bahwa KPK, karena bukan mencari niat Jahat. Itu adalah niat / kerjaan Tuhan. Yang perlu dilakukan KPK adalah mencari ada atau tidaknya perbuatan Pidana," jelas Margarito.
Pantauan pewarta BeritaHUKUM pada diskusi publik yang digelar di bilangan restoran jalan HOS Cokroaminoto 94 Menteng Jakarta Pusat pada, Selasa (19/4) dengan narasumber yang hadir; Pakar hukum tata negara Margarito Kamis, Peneliti LIPI Siti Zuhro, Waketum Partai Gerindra Fery J Juliantono, Direktur Eksekutif Energi Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara dan mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto.
Lebih lanjut Margarito mengatakan, arti seriusnya ada atau tidaknya perbuatan pidana, bukan mencari-cari kesalahan. "Namun, sejauh inikan sudah ada puluhan orang diperiksa, audit BPK sudah dipegang, alat bukti apa lagi ?" ujarnya bertanya-tanya.
Kecuali pasal 5,11,12, 13,dan 22 itu tidak berbicara mengenai keuangan negara. Namun diluar itu berbicara mengenai Kerugian Keuangan Negara. "Karena itu jika berbicara terkait kerugian keuangan negara, maka seluruh pelanggaran Administrasi itu meliput kualitasnya melawan Hukum dalam konteknya Pidana dan sesuai keuangan negara, satu-satunya yang menetapkan kerugian negara adalah BPK," cetusnya.
Ada yang disebut dengan sistem Audit. Yakni audit keuangan dan kerja, dan audit Investigasi. "Audit investigasi itu bertolak dari kasus tertentu, diminta oleh penyidik, yang kala itu diketuai oleh Pak Ruki." jelasnya.
"Tidak ada alasan apapun yang bisa dipakai Pemda DKI. khususnya Ahok, kenapa BPK tidak konfirmasi pada beliau? Tidak ada alasan Gubernur memepertanyakan konfirmasi, karena tidak perlu konfirmasi." ucap Margarito Kamis, Pria kelahiran Ternate, Maluku Utara.
"Kita liat perdebatan, seringkali dari Ahok, adalah audit general. Padahal dalam BPK, ada audit keuangan dan audit investigasi. Dalam audit investigasi tidak perlu konfimasi pihak yang diinvestigasi," jelasnya lagi mengatakan.
"Katakanlah mereka bicara BPK menggunakan Perpres 2014, kita ikuti saja keinginan pemprov itu. Tetap saja tidak menghilangkan. Hanya salah satu dari rangkaian suara, hilangkan juga. Semakin banyak bicara semakin salah," cetusnya.
Margarito menyatakan bahwa, harusnya pada tahun 2014, anggaran jasa dan Pemerintah dimana penunjukan secara langsung anggap saja pengadaan tanah benar. Dibelikan sendiri tanpa ada tender. Tetap saja, tidak menghilangkan sifat melawan hikuim, dalam rangkaian yang lain.
Menurut Margarito patokannya adalah, Hukum Administrasi, kalau tidak ada kerugian negara, tidak bertanggung jawab. "Kalau ada kerugian negara, maka serta merta menjadi melawan hukum pidana. Karena dibawah 5 ha itu tidak merubah melawan hukum yang ada," ujarnya..
Dimana Kiyai Tapa NJOPnya lain, Tomang Utara NJOPnya saja lain. "Tanah ada disana kok. Kok pakai yang ini. Itu Logika ga waras. Pengecohan, penyesatan, jadi gitu, KPK suruh naik saja. Langsung saja ke Penyidikan, sederhana kok. BPK yang sudah nyatakan itu gak bener. Sudah Salah. Mana ada itu Aturan dari Langit.., jangan terlalu banyak diskusi," tegasnya lagi.
Margarito kembali lagi menyampaikan bahwa, "dari segi-segi ilmu hukum ini harusnya KPK menetapkan dari penyelidikan ke penyidikan, dan segera menentukan tersangka. Hingga itu membuat KPK dipercaya," bebernya.
"Dan malahan ini dapat dikatakan bahwa, KPK jika kecil kemungkinan dimana Ahok pernah menjadi Wagub, dimana Gubernur yang sekarang telah menjadi Presiden. Apakah itu yang mempersulit dimana membuat KPK menjadikan beliau TSK ?," tanyanya lagi.
Dan diakhir penjelasan Margarito menyatakan bahwa, sejauh ini dia tidak bisa mengatakan Pak Jokowi terlibat disitu, soalnya tidak ada dasar fakta yang menyatakan itu. Pak Jokowi saat itu Gubernur, dan kala itu yang menjadi Wakil Gubernur adalah Pak Ahok. Apakah hubungan mereka harmonis sampai sekarang ? Ternyata tidak." pungkasnya.(bh/mnd) |